whose side are you on

whose side are you on

Wednesday, March 16, 2011

The True Book of Majority : The winner takes all……

Sembilan pria, sembilan kepala, sembilan keinginan, dan sembilan votes.
Liburan tengah tahun, harus ditentukan,… dua pilihan…Final Copa del Ray atau Pacuan kuda di Epsom Downs.
Hasilnya 7 kepala memilih Epsom Downs dan 2 kepala memilih Final Copa del Ray. Epsom Downs Derby menang. Tidak ada protes. Majority wins.
Alasannya jelas, Copa del Ray Cuma acara local, masih kalah akbar dibanding World Cup. Epsom Downs? Biar pun tak seheboh Copa del Ray, ini merupakan salah satu acara penting dalam olah raga berkuda. Ibarat All England dalam Bulu Tangkis.
Epsom Downs, yg merupakan salah 1 dari 5 serie Britain Classic, dianggap sebagai acara puncak dr seluruh olahraga pacuan kuda.
Tahun ini, yg merupakan tahun terakhir acara ini disponsori oleh Vodafone, seperti biasa, dibuka secara resmi langsung oleh Queen Elizabeth, lebih 160 kuda terbaik dari seluruh dunia bertarung disini.
Ibarat serie F1 dalam balap mobil, harga 1 kuda yang bertarung dilintasan pacuan ini bahkan bisa lebih mahal dari harga 1 mobil F1 bahkan bisa lebih mahal dari harga 1 pesawat terbang jet pribadi.
Kuda2 termahal dan terbaik itu diterbangkan dari seantero dunia, dari kuda milik raja Kuwait, hingga kuda milik conglomerate industry semacam Tata. Pacuan paling spektakuler dan mendebarkan.

Sembilan pria, sembilan kepala dan sembilan kemauan, siapa yang pertama kali menciptakan system vote, majority wins? System ini juga yg dipakai dalam system Negara demokrasi. Suara mayoritas adalah hukum.

Jauh sebelum Kristus, Plato dalam buku “Republic” nya, membahas masalah siapa yg harus menjadi hukum ini berpanjang-panjang. Aristoteles juga dalam delapan serie bukunya yang terkenal itu, “Politics”. Namun keduanya tidak bisa menjelaskan cara terbaik siapa yg harus menjadi penentu, mayoritas kah atau kebijaksanaan (virtuosity). Kedua buku itu, hanya menganalisa semua kemungkinan tanpa menghasilkan satu keputusan yang pasti. Virtuosity biasanya hanya dimiliki segelintir orang, sementara rakyat kebanyakan memiliki power, dan sedikit kebijaksanaan…bagaimana cara mengatur hukum ditempat yang terbaik? Menyerahkan hukum pada suara terbanyak, sama saja mengorbankan kebijaksanaan (virtuosity). Pusing ya…mikirin negaraaa….

Namun banyak orang percaya, jauh sebelum Plato dan Aristoteles, pemikiran bahwa suara terbanyak harus mengatur sudah dikembangkan di Negara Asia selatan, terutama India. Sidharta Gautama, yang adalah seorang pangeran, dan kerabat dekat keluarga raja pada jamannya, sudah berpikir bahwa Monarchy absolute itu banyak membawa prahara. Sebaiknya raja mendengarkan suara mayoritas di luar dinding istana.

Pemikiran tentang suara mayoritas itu, hubungan hukum, kekuasaan dan suara rakyat, kembali dibedah oleh Machiavelli pada jaman renaissance. Dua bukunya yang sangat terkenal, The Prince (Sang Pangeran) dan Discorsi (Diskursus) membahas masalah kekuasaan habis2an. Kedua buku ini sempat dilarang beredar pada jamannya, sebab dianggap menentang kekuasaan para Raja. Tidak seperti Plato dan Aristoteles yang tidak berani menentukan, Machiavelli lebih berani berkata bahwa system democracy itu masih lebih baik dari system manapun. Suara rakyat yang notabene suara mayoritas, harus menjadi hukum. Kemungkinan orang banyak untuk bersekongkol dalam melakukan kejahatan, akan lebih sedikit dibandingkan kemungkinan segelintir orang untuk berkomplot. Namun dalam system apapun check and balance, tetap diperlukan.

Tapi sekali lagi, sekecil apa pun probabilitasnya, kemungkinan bahwa orang banyak (suara mayoritas itu) untuk bersekongkol melakukan kejahatan tetap masih ada. Apalagi jaman sekarang, dengan teknik canggih multi media, opini public bisa diarahkan dan diciptakan. Kemungkinan suara terbanyak itu untuk melakukan kesalahan semakin terbuka lebar. Opini bisa dibuat dalam hal apa pun.

Bagi orang Islam, kisah Perjalanan Malam Nabi Muhammad dalam Isra’ Mi’raj, sudah merupakan santapan sedari kecil. Isra’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dan Mi’raj dari Masjidil Aqsa menuju Sidhratul Muntaha menghadap Sang Pencipta.

Coba baca buku Dante Alighieri, penyair Italia abad 13, bukunya yang sangat terkenal “The Divine Comedy“. Betapa miripnya kisah Isra’ dan Mi’raj Muhammad dengan buku Dante itu. Surga dan Neraka yang bertingkat-tingkat, dan Pertemuan Maha Suci dengan Sang Pencipta. Bandingkan ucapan Muhammad ketika ditanya bagaimana perasaannya bertemu dengan Sang Maha Hidup, dengan ucapan Dante dalam bukunya itu ketika dia ditanyakan hal yang sama. Sangat mirip dalam esensinya.
Tapi masalahnya kisah Isra’ Mi’raj tidak pernah ada yang membukukan, kisah itu hanya beredar dari mulut ke mulut, sementara Dante menuliskan “The Divine Comedy” secara menakjubkan, jadi siapa mempengaruhi siapa? Opini anda ada dimana?
Kalau anda orang Eropa, dan disuruh menerima bahwa Dante menyontek kisah Isra’ dan Mi’raj…wah wah wah…. Bisa pecah perang dunia ke 3…. Karena tak ada bukti satu pun yang bisa menunjukkan bahwa Dante menyontek kisah itu. Tapi sebagai orang Islam, anda akan bisa merasakan kesalahan itu.
Kalau majority sudah memutuskan dan ternyata keputusannya salah, bagaimana pula konsekuensinya? Bagaimana dengan perang Iraq itu. Dalam memutuskan perang itu, majority wins bukan? Dan sangat kentara opini publik memang dibentuk sedemikian kuat. Jadi apakah benar Majority itu harus menjadi hukum? Apa masih ada jalan terbaik?

Barangkali Plato dan Aristoteles benar, opini dan suara mayoritas, tanpa kebijaksanaan (virtuosity) adalah nonsense belaka, tapi apa benar begitu juga?
Coba ambil contoh terkecil saja, keluarga kita. Sebagai orang tua, elu tentu memiliki kebijaksanaan lebih dari putra-putri elu yang masih bawah umur itu (Kalau elu orang tua bener tapi, karena banyak orang tua yg tak punya virtuosity sama sekali,,hehehe). Tapi coba hitung berapa kali suara elu kalah dibandingkan suara2 manusia2 dibawah umur itu, yang seharusnya memiliki kebijaksanaan dibawah elu sebagai orang tua, karena jelas secara pengalaman elu tentu lebih luas.
Setiap kali libur keluarga dengan teman2, coba hitung berapa kali elu harus berkumpul rame2 ke kebun binatang, ke Taman Safari dan ke Taman Mini. Hayo ngakuuu… Ke tempat2 yang menurut elu hanya menghabis2kan waktu saja.

Gwe pun bercermin pada diri sendiri. Sewaktu masih sendiri, betapa bangganya gwe merasa tak pernah takluk dengan tangis cengeng seorang perempuan. Seorang gwe yang penuh percaya diri dan percaya pada kapasitas diri sendiri. Sekarang? Liburan ke LA, kemana gwe pergi? Ke Disney Land. Bukan ke Seven Heavens ato Hollywood. Liburan ke Tokyo? Tetap ke Disney Land. Sampe bosan pengen muntah....Liburan ke Sydney? Tak jauh2 perginya ke Taronga Zoo.
Setiap kali mengambil voting tempat tujuan wisata, gwe yang tak pernah kalah dengan wanita manapun, sekarang harus selalu kalah sama seorang wanita berambut keriting kriwil2, berpipi tembem, bermulut cerewet bermata belok yang tak punya virtuosity sama sekali. Padahal coba bayangkan, wanita ini selalu mengekor dengan keputusan seorang laki2 lain yang sama tak punya virtuosity nya. Laki2 tampan berkulit putih berdagu tirus dan sombong. Coba dulu ada cewe yang berani2 ngatur gwe, dan pengekor seorang lelaki lain pula… Jangan harap gwe mau tunduk dan dia bisa tetap utuh hatinya.
Begitu gwe protes atas pilihan si lelaki pengacau ini, siwanita tembem bogel ini, akan menghentak2kan kaki kecilnya merajuk membela si lelaki tampan pengacau itu sekeras2nya. Dan jadilah seorang gwe, dengan badan gede berkaos dan bercelana jeans ketat, bersama istri gwe yang senyum2 menyebalkan mengikuti jalan kedua mahluk mungil pengacau acara wisata itu. Dengan botol susu ditangan kanan, dan tas gantung berwarna pink mencorong, bergambar Minie Mouse guedehh-guedeeehh tersampir dibahu, bersungut2 berjalan dibelakang kedua anak gwe si tampan sombong itu dan si kriwil cerewet bogel itu. Ikut masuk melihat binatang2 yang sama menyebalkannya. Kaya tidak punya kerjaan lain aja…. Tapi kok ya gwe senang aja yaaaa…diperbudak orang tak punya virtuosity???
Hehehehe……

Jadi antara Majority, Virtuosity, Law, dan Power…pembagiannya seperti apa yaaa???? Tanya saja sama si tembem, keriwil, mulut cerewet, mata belok tadi…. Pasti dia tau jawabannya…. Pusing emang mikirin Negara… Bravo om SBY…hehehehe….

No comments:

Post a Comment