whose side are you on

whose side are you on

Wednesday, March 16, 2011

Don’t Judge A Book By Its Cover Part III – Clash Of The Classes

Gwe baru balik dari Colombo – Sri Lanka hari ini. Meski masih sangat cape gwe mau numpang nulis di blog teman gwe tercinta ini, mumpung semua ingatan gwe tentang negeri ini masih penuh. Sangat banyak pelajaran yang bisa diambil dari Negeri pulau itu.

Sri Lanka, negeri yang indah. Negara yang sangat indah yang tercabik2 oleh perang antar suku, tapi lebih tepatnya perang antar kelas. Kaum yang merasa termarjinalkan, dengan pihak yang merasa terganggu keberadaannya.

Apa yang terasa sangat mencolok dari negeri itu, adalah kesenjangan sosial yang sangat terasa dan telanjang. Lebih mencolok dari situasi di Indonesia. Diperparah dengan keberadaan kasta2 yang memperjelas perbedaan kelas. Untuk sesaat gwe merasa bersyukur akan keadaan gwe, tapi sekaligus terganggu. Perbedaan Kelas yang diciptakan sendiri oleh manusia, untuk sekedar mempertahankan hegemoni dan strategi marketing. Kelas sosial yang membuat gwe merasa sakit perut bila memikirkannya. Kelas yang membuat kita terkotak-kotak dan tak pernah punya kesempatan untuk mengenal orang secara lebih telanjang. Kelas yang membuat gwe bersembunyi, seperti seorang pengecut, dibelakang bloger, untuk sekedar menyuarakan kata hati.

Ada satu pelajaran lagi yang gwe bawa dari negeri indah itu. Kisah klasik Ramayana, memiliki suara lain di negara itu. Dari seorang penjaga Kuil tempat wisata, gue diberitahu kisah lain dari Ramayana. Bila selama ini gwe hanya tahu Rama itu titisan dewa Wisnu, dan Sita itu titisan Dewi, bahwa Rahwana itu seorang raksasa kejam dan laknat, maka dinegara itu, setidaknya di kuil tempat wisata itu gwe mendengar versi lain dari Ramayana.
Disitu ada patung Rahwana yang lain dari yang pernah gwe lihat dimana2. Patung Rahwana itu sosok yang sangat tampan, bukan Rahwana sang raksasa yang buruk rupa dan menyeramkan..
Dalam versi yang lain itu, Rahwana digambarkan lebih manusiawi, seorang pemberontak tampan gagah berani, yang melawan seorang tirani. Sebaliknya Rama digambarkan sebagai sosok yang memang tampan, sangat pesolek, namun sombong, tiran, dan keji.

Gwe bukan seorang akhli sejarah atau literature. Gwe juga bukan seorang akhli agama Hindu atau penganut Hindu, dan tidak ingin menyinggung perasaan para penganutnya. Gwe juga tidak ingin membuka polemik mengenai mana yang lebih benar dari kedua versi itu. Gwe hanya begitu terkejut mengetahui ada versi lain dari kisah klasik itu.
Hanya saja gwe merasa versi yang baru gwe dengar lebih terasa membumi. Entah karena kepintaran penjaga kuil itu berkisah pada gwe, atau memang karena kebutaan gwe pada literature kisah legenda karya Mpu Valmiki tersebut.

Versi lain itu berkisah, Rahwana adalah pemuda tampan pemimpin pemberontak dari kerajaan tak ternama, dari kelas ”kerdil”, terhadap tiran dari kerajaan sangat besar dan ternama dari kelas ”atas”. Sita, istri Rama jatuh cinta padanya. Sita bukan diculik, tapi memang lari atas kemauannya sendiri, mengikuti orang yang dicintainya. Rama yang merasa sangat terhina memburu pasangan saling cinta tersebut. Seorang ”jelata” tak berarti telah merebut istrinya.
Prosesi pembakaran Sita, bukanlah pembuktian cinta dan kesucian Sita pada Rama, tapi lebih merupakan hukuman dan siksaan pada Sita. Tak ada makhluk manapun yang sanggup keluar hidup2 dari cobaan seperti itu. Walaupun dikisahkan Sita moksa dalam prosesi pembakaran itu, tetap saja Sita musnah didalam sang api, Sita lebih memilih musnah dalam api membawa cintanya pada Rahwana, daripada kembali kepada Rama, yang telah menghancurkan seluruh wangsa dari orang yg dicintainya.

Itu kisah dari versi yang lain. Sungguh tragedi yang sangat memilukan. Masalah versi mana yang lebih benar. Terserah pada akhli untuk menentukannya. Yang ingin gwe garis bawahi adalah, perang kelas (clash of the classes) semacam itu selalu menimbulkan tragedi.

Legenda Helen of Troy juga mengisahkan hal yang hampir sama, Epic Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka secara tersamar juga menggambarkan hal yang sama. Perang pengukuhan hegemoni, yg sebenarnya merupakan ”clash of the classes”, karena ada yg merasa memiliki kelas yang ”lebih baik” dari yang lain. Legitimasi untuk menaklukkan ”kelas” yang lebih rendah.
Tragedi semacam itu selalu ditimbulkan karena ada yang merasa memiliki kelas lebih tinggi, dan tidak pantas untuk hidup dengan kelas dibawahnya. (Mudah2an gwe tidak sebodoh itu....sungguh amit2)

Perseteruan House of Montague dan House of Capulet dalam kisah Romeo dan Juliet, meski tidak begitu telanjang, sebagian juga disebabkan oleh perseteruan antar kelas itu, sebab ada yg merasa keluarganya memiliki ”kelas” yang lebih baik dari yang lain. Meskipun kedua keluarga sama berpengaruh dan sama kayanya.

Layla dan Majnun dari Nazumi, juga menggambarkan perseteruan kelas itu. Semuanya melahirkan tragedi.
Pembantaian dynasti Romanov, pemenggalan Maria Antoinette, semuanya disebabkan perseteruan kelas itu. Semua bermuara pada kebodohan manusia yang membuat kelas2 yang gwe sendiri bingung memikirkannya.

Gwe duduk membuat blog ini, cape dan merinding, memikirkan kenapa gwe, kita, elu2 semua, jadi begitu susah menjembatani kelas yang kita ciptakan sendiri. Sampai kapan ini akan berakhir? Mungkin sampai peradaban manusia berakhir, sebab sadar atau tidak, kita sendiri memang senang membiarkan peradaban kita terkurung dalam kelas2 yang tak jelas aturannya dari mana......Kelas menciptakan hegemoni, dan kelas menciptakan peluang...kata akhli marketing....artinya menciptakan uang. Jadi kelas tetap perlu dipertahankan....Walaupun untuk itu akan terjadi korban2 tragedi berikutnya...mudah2an bukan gwe...hhuuaaddoohhh..........!!!!

No comments:

Post a Comment