whose side are you on

whose side are you on

Monday, September 5, 2011

Books of History === War for the truth between two sides of the story….

Liburan akhir semester lalu, kita rame2 jalan ke Brazil. Memang sih, udah banyak teman2 gw yg pernah ke situ. Gw juga sudah duwa kali ke situ waktu gw kuliah dulu di US. Mumpung deket, dan ongkos murah, jadi summer vacation, gw sempet2in juga ke situ.
Tapi sekarang beda dong, soalnya jalan bareng temen2 deket. Jadi lebih fun aja rasanya.

Pembangunan ekonomi Brazil, sangat terasa pertumbuhannya akhir-akhir ini. Hanya tinggal menunggu waktu saja sepertinya, buat Brazil untuk bisa menyamai negara2 adi daya ekonomi lainnya semacam USA atau Jepang misalnya. Namun sama seperti negara2 yang sedang mencoba membenahi ekonominya, kesenjangan ekonomi itu masih sangat terasa.
Mirip2 dengan Cina, kalau anda hanya tinggal di kota-kota megapolitannya yang serba gemerlap, semacam Rio, Sao Paolo, Shanghai, atau Beijing, kesenjangan itu hanya terlihat di daerah pemukiman kumuhnya. Sementara seluruh kota boleh dibilang bak monster ekonomi sedang berbenah. Namun coba deh kamu masuk ke daerah daerah ruralnya, baru akan jelas terlihat ke senjangan itu. Pembangunan ekonomi yg belum merata. Beda dengan USA atau Jepang, yang kemana pun kamu pergi ke pelosok negeri, mesin ekonomi itu terasa memang bekerja dimana-mana.

Namun harus diakui pembangunan ekonomi Brazil, masih sangat jauh lebih baik dari negeri kita tercinta ini. Satu yg mungkin menjadi pilar penentu keberhasilan itu adalah kemauan politik pemerintah Brazil untuk memberantas korupsi. Yang dulu pernah menjadikan Brazil sebagai salah satu negara dengan biaya ekonomi tertinggi. Beda dengan Indonesia, yang selalu menjadikan pemberantasan korupsi cuma sebagai pepesan kosong, sebagai janji politik untuk menang meraih kursi kepresidenan.

Kalau kita ke Brazil, rasanya tidak afdol kalau belum ke Corcovado Hill, di Tijuca, untuk melihat patung "Jesus sang Penebus" (patung "Cristo Redentor"). Brazil memang terkenal sebagai salah satu negara yang kuat basis agama Katoliknya. Hampir semua negara bekas jajahan Portugis atau Spanyol memiliki basis kuat Katolik seperti itu. Mirip-mirip dengan Filipina.

Ke bukit Corcovado, kita diantar mobil sewaan. Supir kita seorang pemuda Brazil yang fasih berbahasa Inggris. Dan sekaligus sebagai tour guide. Dia pintar sekali bercerita tentang tempat2 tujuan wisata di Rio dan sekitarnya.
Orangnya sangat ramah, sopan bersikap, dan sangat ganteng...hehehehe....(kecentilan aja yaaa gw.....). Typical orang Latin yang sudah campur baur darah keturunannya. Jadi biasanya cantik2 dan ganteng2.

Dia bercerita, tentang pembangunan ekonomi Brazil yang sedang maju2nya. Sekaligus sedikit berkeluh kesah tentang biaya hidup di Rio yang semakin hari semakin mencekik leher. Terutama bagi orang2 kelas pekerja semacam dia yang hanya seorang supir merangkap sebagai tour guide sambilan.
Dia berkata dia seorang yang taat beribadah. Setiap minggu (catet: Kalau tidak sedang bekerja), dia pasti sempatkan ke gereja. Dia juga bilang sangat banyak orang2 di Brazil yang taat beribadah. Setiap mau makan, supir ganteng ini pasti membuat tanda salib dan berdoa sebentar.

Karena orangnya emang sangat doyan ngobrol, jadi deh kita tanya hal2 yang agak2 nyerempet pribadi (rumpi aja ya nek.....). Terutama gerombolan vampir2, yg langsung nanya tempat2 "lampu merah" di Rio buat "cuci mata".
Terus kehidupan sehari2 si supir ganteng ini gimana? Dia tinggal diapartemen bareng "girlfriendnya". Dari kekasihnya itu dia sudah punya anak 1. Nah lho? Katanya rajin beribadah. Pigimana sik??? Bingung kan eke bwok???
Di Brazil, trutama di kota2 besarnya seperti Rio, karena tekanan ekonomi, semakin banyak kalangan muda yang memilih tinggal bersama dgn kekasih. Untuk menghemat biaya katanya. Lha? Kenapa gak nikah aja sekalian? Repot! Agama Katolik menghalang perceraian. Jadi kalau kedua kekasih ini sudah tak cinta lagi, repot urusannya. Kalau pacaran kan tinggal pisah aja.
Lha trus kalo gitu anaknya gimana? Terserah anaknya mau ikut siapa. Toh dia tetap punya bapak dan ibu yang jelas. Gampangkan?
Lha trus masalah moral agama yg katanya penting buat orang Brazil gimana? Kalau sudah suka sama suka, dan tidak dilarang oleh negara, itu bukan zinah. Zinah itu adalah pelacuran dan perkosaan, pemaksaan kehendak. Yang dilarang oleh negara. Tambah binguuuunnggg deh eke bwok....kwekwekwkekwke....

Terus temen gw nyeletuk, heh, ogeb, lu tu yaaaa.... pusing bin bingung aja. Lu liat tu si Nazaruddin, katanya rajin banget shalatnya. Selalu shalat 5 waktu. Ibadahnya puooll....
Si Gayus Tambunan itu juga. Rajin benerrrr ibadahnya.... Korupsi teteeuupp jalan. Sama aja kan bok? Emang ada urusannya rajin ibadah sama koruptor? Gak ada kalee......
Iya ya bwok.... bener banget. Gak bingung lagi deh eke.... kekekekekeek

Terus si supir ganteng itu nerusin ceritanya tentang Brazil. Sejarahnya. Kebudayaannya. Kedatangan bangsa Portugis, dan penaklukan Amerika. Semangat sekali dia bercerita tentang perubahan Amerika Latin dengan kedatangan bangsa Eropa. Persis buku cerita dongeng anak-anak yang dulu sering gw beli dari toko buku-toko buku.
Pencitraan tentang betapa beruntungnya Amerika telah diberikan "dunia baru" oleh kaum beradab (Eropa) kepada kaum barbar (Indian Amerika).

Kalau kamu ditanya, siapa yang "menemukan" benua Amerika? Pasti semua menjawab Christoper Colombus.
Ya olo bwok... Plisss deeehhh.... garing benerrrr.... Ribuan tahun sebelum Christo Colombus mampir ke benua itu, suku bangsa Mongol, yang menjadi cikal bakal keturunan Indian disana, sudah mengembara ke sana melalui Kutub Utara. Para kaum pengembara itu juga yg menjadi nenek moyang keturunan kaum Eskimo di Kutub sekarang. Bangsa pengembara nomer wahid.
Jadi Plis deh, jangan ngebodohin orang. Colombus BUKAN penemu benua Amerika.
Yaaa... tapi kan dia orang "beradab" pertama yang ke benua gelap itu (alasan para propaganda itu). Heh... dodol, enak sekali kamu menganggap orang tak beradab. Siapa elo yang menentukan elo lebih beradab dari kaum Indian itu?? Siapa elo?? Jadi menurut elo, kaum Indian yg menjadi nenek moyang Bangsa Brazil, harus berterima kasih pada Colombus dan Vasco da Gama??

Ya iyya dooonngg... kalo Amerika gak ditemukan Colombus, Brazil gak akan bisa seperti sekarang. Heh dodol, emang elo siapa? Tuhan? Bisa jadi jugakan kalo gak ada Colombus, Brazil malah bisa lebih baik dari sekarang.
Coba deh nonton film Robert de Niro, "The Mission", dan baca buku-buku mengenai penjajahan Amerika Latin. Bagaimana "beradabnya" kaum yang menganggap dirinya "paling beradab" itu memperlakukan kaum Indian di Amerika.

Dulu mungkin film2 semacam The Mission itu, akan sangat dilarang beredar. Karena menyudutkan Gereja, yang terang2an "merestui" invasi bangsa Eropa ke Amerika dan Asia. Dulu gereja menganggap penjajahan itu bukan invasi, tetapi lebih kepada "penemuan dunia baru".

Pencitraan. Sekali lagi semua kembali ke masalah pencitraan. Sejarah pun ditulis memang soal masalah pencitraan itu. Pahlawan-pahlawan yang dicitrakan sebagai orang tanpa cela.
Seperti dogeng penemuan Amerika oleh Colombus dan Vasco da Gama, yg banyak sekali dijual ditoko buku. Colombus dan Vasco da Gama, yg dicitrakan sebagai pahlawan pengembara. Bukan sebagai pedagang kemaruk untung.

Masalah pencitraan ini, Hollywood adalah nomer satu dibidangnya. Bokap gw suka bercerita. Dulu film2 Hollywood banyak sekali yang berkisah tentang wild west cowboy.
Jhon Wayne yang acap kali menjadi Pahlawan cowboy berhadapan dengan kaum Indian yang digambarkan sebagai kaum barbar suka makan jantung manusia.
Dan dalam film, "Far and Away", yg dibintangi Tom Cruise dan Nicole Kidman. Tanpa malu-malu, film itu menggambarkan betapa dulu para "pendatang" Eropa mengklaim kepemilikan tanah di Amerika, hanya berdasarkan seberapa kuat mereka berlari mengitari tanah yang akan mereka jadikan milik mereka. Semakin kuat kamu berlari, artinya semakin luas tanah yang kamu miliki. Sementara kaum Indian yg sudah ribuan tahun lebih dahulu tinggal disitu, tak pernah mengklaim bahwa bumi Amerika itu milik mereka.
Dan lucunya atau mungkin sedihnya, hal yg sebenarnya sungguh ironis dan memalukan itu, didalam film itu digambarakan menjadi hal yg sangat puitis dan romantis. Lagi-lagi pencitraan. Film ini banyak menuai kritikan dari para kritikus film. Tapi lebih kepada masalah atistiknya, bukan kepada masalah pencitraan yg menyesatkan itu. Dan kaum Indian tetap menjadi bangsa yang tak beradab.

Sejarah ditulis oleh sang pemenang. Siapa yang memenangkan pertempuran akhir, dialah yg berhak menuliskan sejarah. Dalam bahasa Inggris, sejarah itu adalah History. Bisa diplesetkan menjadi "His Story" (Cerita dia).


Bahkan Jhon Wayne yang bertahun2 menjadi pahlawan cowboy Amerika, yg didalam film selalu menjadi jagoan dan membantai kaum Indian Amerika tanpa berkedip, dianugerahi Oscar dalam film cowboy "True Grit" (1970), dan mendapatkan lifetime achivement award pd thn 1966, dari Academy. Yayasan yg membagikan Oscar tersebut.

Hal itu kemudian yang mendorong Marlon Brando memprotes "keganasan" Hollywood mengenai pencitraan masalah suku bangsa Indian ini. Marlon Brando menolak menerima Oscar yg dimenangkannya dlm film "The God-Father". Dia meminta seorang wanita Indian untuk menyampaikan protesnya di atas panggung, tahun 1973.

Baru pada akhir-akhir ini saja Hollywood mulai agak merasakan keburukan itu. Baru kemudian ada film2 semacam "Dances with Wolves", yg melihat perjuangan kaum Indian dari kacamata yg lebih jernih.

Buat bangsa Amerika, hari perayaan "Thanks Giving", itu adalah satu hari yg teramat penting. Dan perayaan itu dicitrakan sebagai perayaan rasa syukur akan perdamaian kaum pendatang yg "baik hati" dan penduduk Indian yang "perlu dibuat beradab". Pencitraan yang sudah sedemikian parah, sehingga tidak ada lagi yg memperdulikan hakikatnya.
Tapi coba tanya pada penduduk asli India, apa artinya "Thanks Giving" bagi mereka. Dan sungguh gw benar2 bingung, sebuah bangsa besar seperti AMerika bisa hidup bertahun-tahun dengan kebohongan citra atas nama perayaan "THanks Giving" seperti itu. Sungguh Fantastis.

Jikalau seandainya dulu, perang revolusi Indonesia, dimenangkan oleh Belanda, mungkin sejarah yang kita pelajari di bangku-bangku sekolah akan jauh berbeda dari yang kita kenal sekarang. Herman Willem Daendels mungkin, seperti Colombus, akan digambarkan sebagai "penemu dunia baru". Penemu "The Lost Indies" Nusantara. Dan mungkin orang2 Maluku Selatan yang membela keberadaan Belanda, sudah menjadi Presiden boneka disini. Dan mungkin kesultanan Solo, yg merupakan politik devide et impera Belanda untuk memecah kerajaan Mataram di Jawa, sudah menjadi Sultan beneran.
Dan sampai sekarang banyak orang Solo yang marah kalau masalah kepemihakan kesultanan Solo kepada Belanda saat perang Mataram, diungkit-ungkit.

Semua memang masalah pencitraan. Sejarah ditulis oleh sang pemenang. Dan sang pemenang selalu dicitrakan sebagai pahlawan perang tanpa cacat.
Dan ketika pemerintah Belanda mengeluarkan film "Saijah dan Adinda" pd thn 1975, pemerintah Orde Baru kala itu yg masih sangat represif, melarang peredaran film ini.
"Saijah dan Adinda" adalah satu kisah yg termuat dalam buku "Max Havelaar" karya Eduard Douwes Dekker. Berkisah tentang bagaimana licik dan tak berhati nuraninya para bupati dan para bangsawan Tanah Jawa ketika masa penjajahan Belanda.
Dalam film itu dapat dikira-kira, bahwa perlawananan para bangsawan Jawa kepada kependudukan Belanda, tak lebih kepada niat opportunistik, untuk mempertahankan kekuasaan. Sementara rakyatnya dibiarkan bodoh dan miskin. Rakyat yang benar-benar patuh pada para bangsawan itu. Selalu dijadikan tumbal dan korban oleh para bangsawan licik tak berhati itu. Jadi perlawanan mereka, bukan karena visioner, bukan karena benar2 demi kpentingan hal-hal yang lebih luas (greater good) atau a nation building. Tapi hanya masalah keserakahan.
Gw rasa cerita seperti itu ada benernya juga. Makanya Indonesia bisa dijajah ribuan Tahun. Sampe sekarang pun para petinggi kita masih bersikap seperti itu.

Selalu ada dua sisi cerita, dan itu adalah sisi cerita pihak Belanda. Yang walaupun mungkin ada benarnya, tetap dianggap sebagai pembelokan citra penjajahan mereka. Untuk menampilkan citra penjajah yg lebih manusiawi. Seganas apa pun penjajah itu, tetap kan mereka manusia? Dan itu dilarang oleh orde baru. Penjajah adalah penjajah bwok, Titik. Ini negara gw, lu penjajah jangan banyak bacot. Silahkan ngebacot, tetep lu berutang ke Indonesia.... iya gak bwok? hehehehehe....

Semua memang masalah pencitraan. Dan selalu ada dua sisi cerita. Dan tergantung anda untuk benar2 menjadi objective, menimbang dari kedua sisi, untuk mendapatkan citra yang adil. Tidak berat sebelah. Apalagi sekarang cara2 propaganda membangun citra seperti itu, sudah dilakukan secara sistematis. Jadi anda benar2 harus punya pikiran luas, dan ilmu segudang untuk tak terjatuh kepada pendangkalan citra. Menjadi orang tolol yg diatur oleh citra sana sini.

Dan Hollywood yang menjadi motor utama penggerak propaganda pencitraan kebudayaan moderen Paman Sam, kita sebagai konsumen memang harus menjadi hati-hati untuk memilah-milahnya. Citra pelajaran apa yg kamu ingin sampaikan ke keluarga kamu. Bahkan gw kadang2 memerlukan menjelaskan panjang lebar ke anak-anak gw, tentang sebuah film yg mereka tonton, dan citra yg ingin disampaikan film tersebut.
Kadang2 memang menakutkan sih bwok. Tapi mau bagaiaman lagi? Masak gw harus jadi seperti rejim orde baru melarang anak2 gw nonton film2 tertentu? Lebih baik menemani dan menjelskan ke mereka kan? Selain menambah ilmu dan wawasan mereka juga.

Selalu ada dua sisi cerita.
Cerita si pemenang, dan cerita orang2 yang terkalahkan. Keduanya pasti akan membangun citra. Pembangunan citra itu memang sering kali menyesatkan. Pedagang korup dan serakah dicitrakan sebagai pahlawan pengembara pemberai.
Penjajah barbar tak berperikemanusian, digambarkan sebagai "pemberi penerangan baru".
Kaum tertindas yang memperjuangkan hak tanah airnya, dicitrakan sebagai kaum teroris yang harus dibasmi.
Pengecut pezinah yang suka meniduri bini orang, di facebook didukung beramai2 dan coba dicitrakan sebagai pahlawan seni yang dizalimi.
Mengerikan ya bwok?
Dan lebih serem lagi, kita baca koran, kita percaya apa yg dicitrakan koran itu. Kita nonton TV, kita percaya yg dicitrakan berita dan iklan2nya.....sereeeemmmm bwookk.....

Semua dasar masalah perang pencitraan itu, sering kali asalnya dari keserakahan kita sendiri. Coba deh pikir, bumi ini sudah ada jaauuhhh sebelum nenek moyang lu ada disini. Milyardan tahun, bumi ini sudah disini, sudah di Tata Surya bersama Matahari, sudah di Galaxy Bima Sakti, bahkan sebelum nenek moyangnya si Colombus dan si Vasco da Gama mbrojol ke bumi. Bumi ini sudah ada. Jadi siapa yang punya tanah itu? Siapa yang punya hutan itu? Siapa yang punya laut itu???

Bagaimana mungkin, kita yang terlahir tak punya apa2, terlahir entah darimana, tiba-tiba punya hak mengklaim kepemilikan tanah dan bumi yg sudah ada jutaan tahun bahkan sebelum nenek moyang kita ada disini?? Bagaimana mungkin??
Siapa "pemilik" sesungguhnya tanah yg sertifikatnya kamu klaim sebagai hak milik kamu itu??? Itu cuma sepotong kertas yg dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional), yang sebenarnya juga tak punya hak sama sekali mengklaim bahwa bumi ini punya dia.
Bumi Amerika itu bukan milik Colombus, Tanah dan Laut Brazil itu bukan milik Vasco da Gama, dan Tanah Indonesia ini bukan milik BPN. Itu yang tak pernah dipahami oleh kita yang merasa terpelajar dan merasa beradab.

Tapi justru hakikat "kepemilikan paling mendasar" itulah yang dipahami oleh suka bangsa Indian pengembara kala itu. Suku bangsa yang dianggap tak beradab dan pantas untuk dibantai oleh pendatang Eropa.
Suku Indian Amerika kala itu selalu mengembara, karena mereka percaya semua benda memiliki jiwa. Benda-benda itu, seperti pohon, hewan, sungai, bumi, bulan, dan bintang adalah "jiwa yang hidup". Dan manusia tidak dapat seenak jidat mengklaim kepemilikan terhadap mereka. Karena mereka memang tak pernah menjadi milik manusia. Jadi bangsa Indian itu tidak pernah mengklaim apapun atas tanah mereka.
Kasarnya bwok.... mereka merasa cuma numpang hidup diatas tanah, yang memang bukan menjadi hak manusia. Dan itu dianggap kebodohan bagi kaum pendatang yg merasa terpelajar itu.

Dan hal itu dituliskan dengan sangat bagus dalam lagu "Colors of The Wind" dari film Pocahontas, yg dinyanyikan oleh Vanessa Williams.
Mungkin, memang banyak pencitraan menyesatkan yang dihasilkan oleh Hoyllywood, tapi sangat banyak juga karya2 yg memang bagus yg dapat dipetik menjadi pelajaran. Jadi jangan selalu pukul rata. Kalau kamu suka belajar. Semua hal memang dapat dijadikan sumber ilmu.
Jadi jangan mau menjadi orang tolol yang cuma menerima segala citra dan percaya semua apapun yang kamu baca dan lihat. Ayo...mari banyak2 membaca...sudah waktunya buka pikiran biar gak jadi cupat dan bodoh.......



The Unfinished Oscar Speech By MARLON BRANDO
On The 45th Annual Academy Awards
March 27, 1973



For 200 years we have said to the Indian people who are fighting for their land, their life, their families and their right to be free: ''Lay down your arms, my friends, and then we will remain together. Only if you lay down your arms, my friends, can we then talk of peace and come to an agreement which will be good for you.''

Sacheen Littlefeather When they laid down their arms, we murdered them. We lied to them. We cheated them out of their lands. We starved them into signing fraudulent agreements that we called treaties which we never kept. We turned them into beggars on a continent that gave life for as long as life can remember. And by any interpretation of history, however twisted, we did not do right. We were not lawful nor were we just in what we did. For them, we do not have to restore these people, we do not have to live up to some agreements, because it is given to us by virtue of our power to attack the rights of others, to take their property, to take their lives when they are trying to defend their land and liberty, and to make their virtues a crime and our own vices virtues.

But there is one thing which is beyond the reach of this perversity and that is the tremendous verdict of history. And history will surely judge us. But do we care? What kind of moral schizophrenia is it that allows us to shout at the top of our national voice for all the world to hear that we live up to our commitment when every page of history and when all the thirsty, starving, humiliating days and nights of the last 100 years in the lives of the American Indian contradict that voice?

It would seem that the respect for principle and the love of one's neighbor have become dysfunctional in this country of ours, and that all we have done, all that we have succeeded in accomplishing with our power is simply annihilating the hopes of the newborn countries in this world, as well as friends and enemies alike, that we're not humane, and that we do not live up to our agreements.

Perhaps at this moment you are saying to yourself what the hell has all this got to do with the Academy Awards? Why is this woman standing up here, ruining our evening, invading our lives with things that don't concern us, and that we don't care about? Wasting our time and money and intruding in our homes.

I think the answer to those unspoken questions is that the motion picture community has been as responsible as any for degrading the Indian and making a mockery of his character, describing his as savage, hostile and evil. It's hard enough for children to grow up in this world. When Indian children watch television, and they watch films, and when they see their race depicted as they are in films, their minds become injured in ways we can never know.

Recently there have been a few faltering steps to correct this situation, but too faltering and too few, so I, as a member in this profession, do not feel that I can as a citizen of the United States accept an award here tonight. I think awards in this country at this time are inappropriate to be received or given until the condition of the American Indian is drastically altered. If we are not our brother's keeper, at least let us not be his executioner.

I would have been here tonight to speak to you directly, but I felt that perhaps I could be of better use if I went to Wounded Knee to help forestall in whatever way I can the establishment of a peace which would be dishonorable as long as the rivers shall run and the grass shall grow.

I would hope that those who are listening would not look upon this as a rude intrusion, but as an earnest effort to focus attention on an issue that might very well determine whether or not this country has the right to say from this point forward we believe in the inalienable rights of all people to remain free and independent on lands that have supported their life beyond living memory.

Thank you for your kindness and your courtesy to Miss Littlefeather. Thank you and good night.



Taken from "Pocahontas" Original Sound Tracks

Colors Of The Wind


You think I'm an ignorant savage
And you've been so many places
I guess it must be so
But still I cannot see
If the savage one is me
How can there be so much that you don't know?
You don't know ...

You think you own whatever land you land on
The Earth is just a dead thing you can claim
But I know every rock and tree and creature
Has a life, has a spirit, has a name

You think the only people who are people
Are the people who look and think like you
But if you walk the footsteps of a stranger
You'll learn things you never knew you never knew

Have you ever heard the wolf cry to the blue corn moon
Or asked the grinning bobcat why he grinned?
Can you sing with all the voices of the mountains?
Can you paint with all the colors of the wind?
Can you paint with all the colors of the wind?

Come run the hidden pine trails of the forest
Come taste the sunsweet berries of the Earth
Come roll in all the riches all around you
And for once, never wonder what they're worth

The rainstorm and the river are my brothers
The heron and the otter are my friends
And we are all connected to each other
In a circle, in a hoop that never ends

Have you ever heard the wolf cry to the blue corn moon
Or let the eagle tell you where he's been?
Can you sing with all the voices of the mountains?
Can you paint with all the colors of the wind?
Can you paint with all the colors of the wind?

How high will the sycamore grow?
If you cut it down, then you'll never know
And you'll never hear the wolf cry to the blue corn moon
For whether we are white or copper skinned
We need to sing with all the voices of the mountains
We need to paint with all the colors of the wind

You can own the Earth and still
All you'll own is Earth until
You can paint with all the colors of the wind