whose side are you on

whose side are you on

Wednesday, March 16, 2011

Battle of The Sexes --- Books of Redemption

…. Hey gadis, hidup ini indah…. Cari ilmu pantang lelah….
Yang pasti, hormati dirimu… agar pria lebih hormat padamu….
Itu sepotong bait lagu “Gadis” ciptaan Titiek Puspa. Itu juga original soundtrack film “Gadis” keluaran tahun 80, yang mengorbitkan Dewi Yul dan Ray Sahetapi menjadi bintang di Indonesia. Yang mempertemukan mereka, kemudian menjadikan mereka sepasang suami/istri, dan anak mrk yg pertama pun dinamai Giska, singkatan Gadis dan Jaka, Tokoh yang mereka perankan dalam film itu.

Blog yang baru ditulis teman saya di sini, “Living in Dangerous Life”, menjadi blog yang paling mendapat sindiran keras dari teman-teman pria kami. Blog yang membuat “pertengkaran” sengit dengan para vampires chauvinist itu. Paralaki-laki sok jantan, yang menganggap perempuan itu Cuma mahluk cengeng yang bisanya cuma ngangkang dan morotin duit laki-laki.
Menurut mereka, itu tetap kesalahan para wanita malang dalam clips-clips mesum itu, yang mau saja diajak melakukan hal bodoh seperti itu. Bahkan ibu dan bapak saya memberikan komentar panjang dan berdebat mengenai isi blog itu. Bravo sist,,,,
Almarhum eyang mama adalah seorang kolektor film dan music. Film dan musik koleksinya kebanyakan masih dalam bentuk magnetic tape dan piringan hitam (PH). Ada puluhan ribu judul film dan lagu. Sekarang papa dan saudara-saudaranya sedang berusaha memigrasikan seluruh koleksi itu ke dalam bentuk CD dan Hard Disc, biar dapat diselamatkan. Ada beberapa judul yang sudah tidak dapat lagi direkam ulang tidak terselamatkan. Bila dijual, koleksi itu bisa bernilai milyaran rupiah. Tapi setiap kali melihat koleksi original itu, gue sendiri merasa sayang buat melepasnya. Walau karya-karya itu sudah banyak tak sesuai selera gue.
Lagu dan film “Gadis” itu, dicarikan bapak dari koleksi eyang mama, setelah selesai “debat sengit” dengan ibu mengenai blog teman saya tadi. Gue cermati lagu dan filmnya. Sangat Bagus. Sangat pas dengan blog yg diperdebatkan itu. Menurut papa Film itu juga mendapat banyak nominasi dalam ajang piala citra masa itu.
Saya tidak kenal Eyang Titiek Puspa secara pribadi. Generasi kami jauh berbeda. Saya kenal dia dari ibu saya. Di sebuah pesta pernikahan anak salah seorang pemuka Indonesia. Dan menurut ibu saya, Eyang Titiek sudah menjadi bintang terkenal sejak jaman Eyang Mama dan Eyang Papa saya masih remaja. Bayangkan… satu garis profesi yang begitu lama. Tetap Berjaya dalam 3 generasi. Hingga kini, sebagai generasi  90an, saya masih kenal Titiek Puspa. Akan sulit rasanya jaman sekarang untuk mempertahankan popularitas seperti itu. Sementara artis-artis jaman gue 90an saja semacam Sheila on 7 sudah hilang entah kemana. Usia popularitas seorang bintang semakin pendek masanya.

Titiek Puspa adalah contoh sukses seorang wanita Indonesia. Didunia yang sangat paternalistic semacam Indonesia, rasanya sangat sulit bagi seorang wanita memiliki karir sepanjang Titik Puspa, tanpa perjuangan keras dan tak kenal lelah. Dan cobalah kalau vampire-vampire itu berani bilang karir seperti itu Cuma dibuat dari modal cengeng dan morotin duit laki-laki. Drop dead..!! I’ll fight for that….

Saya yakin masih banyak perempuan-perempuan semacam Eyang Titiek di Indonesia, namun tidak terexpose ke permukaan. Dan melihat video-video mesum amatiran yang diomongin teman gue di blog nya, sebagai wanita, gue Cuma dapat mengelus dada. Rasa-rasanya, dibanyak bagian clips-clips mesum itu, masalah hukum memang patut dipertanyakan.
Bayangkan, ada pria yang tega merekam adegan bercinta, dengan camera tersembunyi, dan setelah selesai melakukan aksinya, mengacungkan jempol  kearah camera, tanpa sepengetahuan si c ewe. Artinya adegan itu direkam tanpa persetujuan sic ewe. Bila clip itu lepas ke umum, sebenarnya si cewe berhak menuntut si laki-laki atas perbuatannya. Tak perduli siapa pun yg menyebar clip itu ke internet. Yg jelas rekaman itu dilakukan sembunyi-sembunyi tanpa seijin si cewe. Itu sudah melanggar hak azasi. Tapi  apakah disini hal itu dapat dilakukan?

Bagaimana pula dengan oknum polisi yang merekam sendiri ketidak-senonohan yg mereka lakukan pada beberapa “tersangka” kejahatan, dan kemudian hal itu tersebar ke internet. Ada penggerayangan seorang maling wanita. Sampai wanita itu menangis-menangis diperlakukan demikian. Ada penggerebekan pasangan mesum, masih dengan pakaian ala kadarnya, direkam menggunakan camera telephone. Semua dilakukan oknum polisi.
Di Negara maju semacam Amerika, kebocoran clips semacam itu ke khalayak, sudah cukup menjadi bukti  untuk class action, yg bisa membuat US Police Department merogoh kocek Jutaan Dollar buat ganti rugi  pencemaran nama baik. Kalau Polisi sendiri yang harusnya menjunjung tinggi  hukum melakukan hal-hal semacam itu, melecehkan wanita, bagaimana kita dapat mengharapkan para pria buaya darat itu untuk dapat bersikap kesatria? Siapa pun wanita itu. Tak perduli dia maling, gembel, mahasiswi, bahkan pelacur kelas teri sekali pun, punya hak untuk tidak dilecehkan.

Sebelum era tahun 70-an, di Amerika, wanita selalu dibayar lebih rendah dari pada pria untuk pekerjaan yang sama yang dilakukan. Billie Jean King, petennis pro wanita pertama yang memprotes ketidak adilan itu. Petennis pro pria dibayar puluhan kali lipat dari pada petennis wanita. Itu tidak terjadi hanya  diolah raga tennis, tapi di semua lapangan pekerjaan. Bahkan di Hollywood, wanita dibayar tidak sampai separo apa yg didapat actor pria.
Tahun 1973, “Battle of the Sexes” menjadi pertunjukan yang sangat mengundang perhatian. Ketika itu Billie Jean menentang Bobbie Riggs, seorang mantan petennis pro pria, yang selalu melecehkan Billie Jean King karena usahanya meminta persamaan bayaran. Bobbie berkata wanita pantas mendapatkan bayaran lebih rendah, karena wanita pasti melakukan olahraga tennis tidak sebaik pria. Untuk membuktikan hipotesisnya, Bobbie menentang bertanding dengan petennis wanita terbaik jaman itu, siapa pun dia, untuk membuktikan dia dapat dengan mudah mengalahkannya.
Pertandingan itu menjadi tonggak bersejarah bagi perjuangan wanita untuk mendapatkan hadiah yg layak di dunia tennis. Disaksikan puluhan ribu penonton, pria dan wanita, dan disiarkan langsung ke manca Negara, disaksikan jutaan permisa televisi, Billie Jean mengalahkan Bobbie Riggs secara telak.

Di Hollywood, Elizabeth Taylor, merupakan artis wanita pertama yg berani protes tentang masalah honor itu. Sebelum dia memang sudah banyak aktris yg berbicara mengenai ketidak adilan itu, tapi tidak ada yg benar-benar berani melaksanakannya. Karena takut tidak akan dipakai lagi di rumah produksi manapun, yang nota bene dikuasai  oleh para eksekutif pria. Elizabeth protes untuk itu, dan mengancam akan memutuskan kontrak dengan 20th Century Fox Film Corporation. Dan sejarah mencatat, Taylor menjadi aktris wanita pertama yg dibayar menembus angka 1 Juta Dollar, dalam film “Cleopatra”. Angka itu sudah menyamai angka2 aktor pria papan atas jaman itu.

Gue dan teman-teman wanita gue bukan feminist. Kita tak percaya pada perjuangan kaum feminist akhir-akhir ini, yang meminta persamaan gender. Kita hanya menuntut keadilan, persamaan hak. Bukan persamaan gender. Perjalanan hidup Virginia Woolf yang penuh warna mungkin bisa menjadi inspirasi, tapi bagaimana pun, budaya ketimuran dan pengetahuan agama memberikan warna pada pemikiran kita. Wanita dan pria memiliki tempatnya masing-masing yang tak mungkin disamakan. Hanya bisa saling mengisi. Bahkan pemikiran Kartini sekalipun, dalam surat2nya yang dirangkum dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, tidak mampu menjembatani pemikiran gue yang  meskipun lebih bernuansa ketimuran, terpengaruh agama, tapi juga sudah terpengaruh budaya bule (barat). Tapi gue tetap tidak percaya pada perjuangan feminist. Gue masih  ingin menikah dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anak gue. Seperti yang dilakukan ibu gue sekarang.

Mungkin benar, buat kakak kita dan teman-teman pria mereka, laksana Gerombolan si Berat, tetaplah “boys will be boys”. Buat mereka ngumpulin dan tukar-tukaran clips-clips busuk itu Cuma iseng. Tapi masalahnya, kita juga tau mereka juga melakukan hal yang sama. Mereka juga buat video mesum pribadi semacam itu. Dan gendengnya juga tukar-tukaran video pribadi itu. Menurut gue itu benar-benar pelecehan. Taruh kata cewe yang mereka ajak tidur itu, dengan suka rela mau diajak membuat video sendiri, tapi apakah cewe-cewe itu juga dengan suka rela mau film-film mereka itu dipertontonkan ke pihak lain? Meskipun itu untuk konsumsi “kalangan sendiri”. Konsumsi gerombolan si berat. Bukan untuk disebar-sebar di internet.  Apa iya korban-korban perempuan itu tau? Apakah itu bukan pelecehan namanya? Apa yang mereka diskusikan dari nonton film-film mesum pribadi itu kalau bukan membahas si perempuan? Artinya itu bukan sekedar iseng. Mungkin bagi mereka itu adalah proklamasi dan pembenaran bagi kelakuan mereka sendiri. Gue sebagai wanita tidak dapat menerima itu. Sebodoh apa  pun teman kencan mereka, dia tetap wanita, dan pantas diperlakukan secara manusiawi.
Ibu kamu juga wanita, gue adik mu juga wanita. Coba bayangkan kalau kejadian itu menimpa gue.
Dan lucunya, mungkin sebelnya, mungkin juga sialnya, bila hal itu gue sampaikan ke pada kakak gue, dia menjawab dengan enteng, kalau lu mau melakukan hal itu, artinya lu yang bodoh, “boys will be boys”.
Tapi gimana kalau perbuatan itu dilakukan diam-diam? Pacar kita merekam adegan begituan dengan camera tersembunyi, tanpa sepengetahuan kita, seperti yang terjadi di beberapa clips mesum itu. Dengan enteng dia bilang, makanya cari cowo yang sekelas, yang punya resiko tinggi buat kehilangan muka kalau video mesum begituan sampai lepas ke public. Jangan cari cowo sembarangan kelas kambing. Tapi apa iya masalah selesai sampai disitu saja?
Bagaimana kalau si cowo kelas  kakap itu juga punya gerombolan si berat sendiri, dan film-film itu juga diedarkan di kumpulan mesum mereka? Sambil cengengesan dia jawab, “Makanya jangan mau  diajak buat video mesum….”. Sungguh sangat menyebalkan.
Tapi gue tau, jawaban itu Cuma jawaban orang kalah debat. Jawaban orang terpojok karena sudah tak bisa memberikan jawaban yang masuk akal. Typical laki-laki hedonis sok metro sexual. Silahkan marah. Gue serius,,,, Sekali lagi gue bilang.. lu para vampires memang sok metro sexual dan hedonis kampungan. Biar juga lu saudara gue.
Ada satu kejadian yang membuktikan hal itu. Teman gue katakanlah si Upik, berpacaran dengan seorang pria kelas kakap. Mereka sudah berpacaran cukup lama, dan sudah merencanakan akan menikah. Sampai suatu saat, cowo itu melakukan kebodohan yang amat sangat. Dia merekam adegan mesumnya dengan selingkuhannya seorang bintang sinetron terkenal. Dan si Upik menemukan rekaman itu. Anda tentu tau apa yang terjadi kelanjutannya. Tentulah terjadi keributan.
Dan anda tau  siapa yang paling ribut? 100 buat kalian semua…. Gerombolan si berat..!!!!
Buat si upik, kejadian itu memang bencana, buat kita teman-teman perempuannya pun itu hal yang tak termaafkan. Si Upik menangis berhari-hari. Dan kita coba menghiburnya.
Sebagai wanita, itu tamparan memalukan buat si Upik. Dia memerlukan berminggu-minggu berpikir apakah akan memberitahukan hal itu pada keluarganya. Itu lah wanita, kalau sudah cinta. Masih juga berpikir untuk memaafkan si pacar.
Si cowo yang merasa sangat bersalah dan menyesali perbuatannya, mencoba melakukan segala cara agar si Upik bisa memaafkannya. Menelpon setiap hari. Menongkrongi tempat-tempat yang jadi tempat gaul kita, untuk dapat bertemu si Upik. Mendatangi kita teman-teman dekatnya, menceritakan duduk perkaranya, dan dengan terus terang menyatakan penyesalannya. Bagi dia, hubungannya dengan artis cantik itu, tidak berarti apa-apa. Hanya sekedar iseng. Dan dia akan melakukan apa pun agar si Upik kembali padanya. Gue sendiri percaya akan ceritanya dan jatuh kasihan melihatnya. Dan mulai goyah melihat kegigihannya merebut kembali hati si Upik.

Mungkin laki-laki dapat melakukan hal-hal seperti itu hanya sekedar iseng. Seperti film “Fatal Attraction”. Laki-laki yang sangat mencinta istri dan keluarganya, bisa tergoda melakukan hal-hal yang berakibat fatal, hanya sekedar iseng.  Hal itu juga satu, yang tidak dapat pernah gue mengerti. Meniduri perempuan hanya sekedar iseng?? What the……

Tapi dia melakukan kesalahan sangat fatal dan besar. Merasa si Upik sudah tak dapat lagi memaafkannya, dia mendatangi kakak si Upik dan Gerombolan si Berat. Mencoba mencari penyelesaian. Habis lah sudah. Bahkan si Upik pun tidak bercerita pada keluarganya, karena merasa malu. Dan masih menimbang-nimbang apakah dapat memaafkan pacarnya.
Begitu berita sampai kepada gerombolan si berat, sudah tertutup kata maaf. Bagi mereka  itu bukan lagi masalah kesetiaan, tapi sudah masalah harga diri keluarga. Masalah itu buat laki-laki, menjadi masalah yang sangat personal. Hal-hal seperti itu yang tak pernah dapat gue mengerti. Mungkin memang benar semua laki-laki itu egois. Mereka bisa berbuat hal itu kepada orang lain, tapi mereka tidak dapat menerima bila orang-orang dekat mereka diperlakukan  seperti itu.
Siapa yang tidak kenal Mick Jagger vocalist group The Rolling Stones? Siapa yang tidak tau reputasinya dengan wanita. Tapi coba lihat apa yang dilakukannya dengan putri-putrinya. Mengikuti jejak ibunya yg super model, Jerry Hall, putri pertama Mick Jagger, Elizabeth Scarlet Jagger juga mulai berkarir menjadi model dalam usia 14 tahun.
Mick Jagger dinyatakan sangat marah mendengar berita ini. Dia ingin putrinya lebih konsentrasi di sekolah. Ketakutan Mick Jagger memang sangat beralasan. Karena sebagai seorang play boy kelas kakap, dia tau gimana kehidupan para model di Amerika. Dan dia takut putrinya akan menjadi seperti itu.
Ketika cukup umur, 18 tahun, kemarahan Mick Jagger mencapai puncaknya, ketika Elizabeth Scarlet berfoto bugil di majalah Play Boy. Seorang Mick Jagger? Yang menganggap dunia tak berwarna tanpa majalah semacam Play Boy? Marah besar anaknya masuk jadi bintang majalah itu?? Welehhh… betapa egoisnya… Mick Jagger mengancam mengeluarkan Elizabeth dr daftar penerima santunannya. Dan mereka tidak berbicara satu sama lain dan tak mau saling bertemu selama bertahun-tahun. Bayangkan… seorang Mick jagger….!!!! Ck..ck..ck….
Mungkin benar, seperti yang dikatakan John Gray, dibukunya “Men Are From Mars, Women Are From Venus”, cara berpikir dan berkomunikasi wanita dan pria emang lain sama sekali. Seberapa banyak pun kritikan yang dilontarkan kaum feminist terhadap buku John Gray ini, menurut gue, John Gray memang ada benarnya juga. Memang benar, mungkin John Gray ingin menjembatani kesenjangan komunikasi antara pria dan wanita dari sisi pandang laki-laki. Tapi justru itu, kita dapat memetik pelajaran bagaimana point of view laki2 itu sesungguhnya. Kalau pun tidak setuju, ya… ambil bagian bagusnya aja…

Sejelek apa pun gerombolan si berat (memang jeeellleeeekkk dan menyebalkan….), sekasar apa pun nasihat mereka, perkataan mereka ada benarnya juga. Menjadi wanita, jangan  hanya bisa mengisi selangkangan dengan penis tapi isi otak juga dengan ilmu, biar pria tidak anggap enteng.
Men, can’t live with them, can’t live without them…..

--- "A woman must have money and a room of her own if she is to write fiction." (Virginia Woolf,  A Room of One’s Own) ----
….. Sudahkah kau, siap siaga?... Membekali diri tuk bertahta…
Kelak engkau, kan jadi wanita… dan kau butuh kawan pria… 
Gadis, hey hey gadis… hidup ini indah… gadis, hey hey gadis engkau cantik lincah….
Gadis, hey hey gadis…. Bahagialah dirimu… doa ku… (Titiek Puspa, Original Sound Track, “Gadis”)

No comments:

Post a Comment