whose side are you on

whose side are you on

Wednesday, March 16, 2011

Books of Chess: All The President’s Men

Ballots (surat suara) mulai dihitung secara resmi oleh KPU. Kalau kemudian ternyata National Quick Count On Line memang dapat dipercaya, maka Partai Demokrat akan memenangkan kurang lebih 20% suara, dari jumlah pemilih resmi. Disusul oleh PDIP dan Golkar, ditempat ke-2 dan ke-3, dengan masing2 14% jumlah suara.
Kembali satu catatan penting perlu ditegaskan. Hampir 40% jumlah suara resmi tidak ikut memilih. Baik yg sengaja golput (sudah terdaftar tapi tak memilih, konon kabarnya mendekati angka 30%), yg tidak terdaftar, mau pun yg sengaja tidak mendaftar. Jumlah yg sangat significant. Itu artinya partai Golput kembali memenangkan pemilu kali ini.
Hasil resmi perhitungan ballots memang belum selesai, tapi semua partai sudah tanpa tedeng aling-aling lagi melakukan maneuver politic.Pemilu untuk Presiden dan Wapres, masih September nanti. Perubahan kekuatan peta Politik masih tak dapat ditebak. Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Bahkan sampai detik-detik akhir pemilihan Presiden dan Wakilnya, di panggung Politik, apa pun mungkin terjadi.
Tapi dari keseluruhan hingar bingar acrobat politik itu, tidak dapat dipungkiri, maneuver politik Golkar dan PDIP lah yangpaling menyilaukan.

Lompatan Kuda Golkar dan JK
Dalam permainan catur, Knights (Kesatria/Pendekar/Petarung), digambarkan dengan bentuk kuda karena biasanya para kesatria pasti mengendarai kuda. Ksatria memiliki posisi sangat istimewa. Bidak Kuda (baca: Ksatria/Knight) merupakan satu-satunya buah catur yang tidak mengikuti pola gerakan buah catur lainnya. Semua buah catur (bahkan raja sekalipun) hanya dapat bergerak lurus secara vertical, horizontal, atau diagonal. Kuda merupakan satu2nya bidak yg dapat bergerak zig-zag membentuk huruf “L”. Semua bidak catur (termasuk raja dan ratu) tidak dapat bergerak melangkahi bidak catur lainnya. Pecatur dapat memanfaatkan keterbatasan gerak ini. Menghindari serangan dengan menyembunyikan bidak yg diserang, dibelakang bidak lainnya. Bahkan bisa bersembunyi di belakang bidak musuh.
Tapi dengan Kuda, cara bersembunyi seperti ini tidak dapat dilakukan. Pendekar/kuda dapat melompati buah catur lainnya. Kuda bahkan dapat melompati Raja.
Presiden dan Wakilnya, merupakan salah satu lembaga tertinggi Negara. Lembaga Kepresidenan dalam system pemerintahan presidentil maupun parlementer merupakan lembaga yang sangat penting. Penghinaan terhadap lembaga ini, dapat diartikan sebagai penghinaan kepada Negara bersangkutan. Secara teori, begitu Presiden dan wakilnya terpilih, Kedua Orang ini harus berdiri di semua partai. Tidak lagi terikat kepada partaiyg memilihnya, Karena Lembaga ini milik Bangsa dan Negara, milik semua warga. Tapi pada kenyataannya, akan sangat sulit melakukan hal itu. Karena apa pun alasannya, predikat kepartaian itu tidak akan dapat dilepaskan secara opini. Hal ini terjadi dimana saja, bahkan dinegara Barat ygsudah maju dalam hal demokrasi.
Untuk mengurangi bias kepartaian itulah sebenarnya mengapa seorang Presiden atau wakilnya, sebaiknya menanggalkan posisi Ketua Umum partainya. Untuk menghindari pelecehan terhadap lembaga kepresidenan tersebut. Yang merupakan lambang persatuan bangsa.
Awalnya saya dan teman-teman saya, sangat menyukai om JK. Caranya menyampaikan pikiran. Visinya tentang pengembangan ekonomi nasional. Sikapnya yang professional dan tidak berbau aristokrat sama sekali, sangat membumi. Tapi belakangan ini, melihat apa yang dilakukannya bersama-sama dengan Golkar, sungguh sangat membuat bingung. Bak langkah Kuda dalam permainan catur yang sulit ditebak.
Kekecewaan berat kita dimulai saat sebelum Pemilu Legeslatif dimulai. Om JK melakukan kunjungan pribadi ke rumah kediaman Ibu Megawati. Kemudian menandatangani kesepakatan untuk menjadikan Indonesia memiliki Pemerintahan yang lebih kuat dimasa datang. Ada 5 kesepakatan yang diikrarkan ketika itu. Dengan kata lain, secara “kasar”, Golkar dan PDIP ingin melakukan koalisi.
Om JK, plis dehhh…. Bapak itu Wakil Presiden Indonesia. Sekali lagi saya tekankan… Bapak itu WAKIL PRESIDEN INDONESIA…!!!! Artinya, bila ada apa-apa dengan Negara ini, dalam keadaan genting dan darurat, bapak itu dengan Presiden, menjadi wakil SELURUH BANGSA INDONESIA, untuk melakukan keputusan yg terbaik.
Apapun alasannya, sebesar apapun partai PDIP itu, sekuat apapun mbak Megawati, Indonesia harus berdiri diatasnya. Sebab Indonesia PASTI masih lebih besar dibanding partai terbesar manapun.
Jadi sangat tidak pantas seorang Wakil Presiden Indonesia, menyambangi pemimpin partai mana pun, untuk membicarakan politik pribadi. Itu sama saja artinya, seluruh bangsa ini, takut pada PDIP.
Plisss deh om JK…. Bapak itu WAKIL PRESIDEN..!!!
Meskipun dibilang JK datang dalam kapasitasnya sebagai pemimpin umum Golkar. Tetap saja status sebagai Wakil Presiden tidak dapat dicopot begitu saja. Lembaga Kepresidenan itu bukan seperti lembaga tukar baju. Kalau lagi ngurusin masalah pribadi, copot jabatannya, ganti baju jadi Ketua Partai. Nanti dirapat cabinet, pake lagi baju lembaga keperesidenannya. TIDAK BISA SEPERTI ITU..!!!
Boleh jadi om JK dan Golkar ingin meniru slogan kampanye partai PKS. Untuk Indonesia yang lebih baik, Kenapa tidak? Boleh-boleh saja to… Wakil Presiden Indonesia menyambangi ketua partai besar? Secara Indonesia itu katanya Negara besar…. Plisss deehh om JK…. Plisss dehhh….
Coba bayangkan, kalau Om SBY melakukan hal yang sama, untuk Indonesia yg lebih baik, kemudian om SBY sowan ke rumah kediaman Ketua Umum PKS, ngomongin koalisi partai… mau dibawa kemana negeri ini?????? Mau jadi apa lembaga sangat terhormat Kepresidenan itu???? Pliss deeehh…..
Makanya: Untuk kedepan tidak dapat tidak, jabatan praktis kepartaian, khusus untuk Presiden dan Wakilnya harus dicopot. Kalau masih menteri silahkan saja… Tapi untuk lembaga kepresidenan, lembaga yang menjadi wakil Negara ini di mata dunia international, hal itu tidak dapat ditolerir lagi. Jabatan operasional kepartaian harus dibuang.
Cobalah lebih elegant. Lebih ethical. Seandainya JK bukan ketua umum, katakan ketua umumnya adalah mr. X, jadi ketua umum ini yg bertemu dengan mbak Mega, bukan WAKIL PRESIDEN INDONESIA, pertemuan itu masih dapat dilakukan lebih sopan, lebih bermartabat, sebab tidak membawa-bawa nama lembaga penting itu.
Sejak saat itu, perseteruan JK dan SBY, tidak dapat lagi ditutupi. Sang Kuda sudah melompati kepala Raja.
Kekecewaan kedua dan sangat fundamental yg membuat gw dan teman-teman gw jadi garing melihat om JK adalah, ketika kemudian, tanpa alasan yang jelas, JK tidak hadir dalam sidang cabinet di kantor kepresidanan. Sangat tidak professional om JK… SANGAT TIDAK PROFESSIONAL….!!! Siapapun yang menyarankan om JK untuk tidak hadir pada sidang Kabinet saat itu, sebaiknya ditendang jauh-jauh….
Sebagai Wakil Presiden, apapun masalahnya, kepentingan Negara harus diletakkan diatas segalanya. Termasuk urusan perseteruan dengan SBY. Sidang Kabinet itu penting, untuk membicarakan arah perkembangan bangsa ini.
Saya Cuma orang kecil yang mengurusi perusahaan kecil. Tapi disetiap meeting management, GM atau direktur yang tidak hadir, harus memiliki alasan yg sangat penting, untuk dapat mengalahkan kepentingan perusahaan. Monthly Management Meeting adalah agenda meeting terpenting perusahaan. Untuk membahas perkembangan dan strategy usaha. Dan setahu saya, om JK adalah seorang pengusaha mumpuni, yang pasti juga tahu pentingnya meeting semacam itu.

Mimpi Kesatria Don Quichotte
Ternyata Golkar dan om JK salah perhitungan. Salah besar. Benar-benar salah besar.
Pernah baca atau nonton drama musical Don Quichotte? Kesatria/Pendekar kesiangan yang bermimpi menyelamatkan Putri Cantik dari tangan mahluk ganas? Begitulah mimpi para pendekar politik itu, yang katanya ingin menyelamatkan Putri Pertiwi (baca: Indonesia), dari keterpurukan. Entah benar entah tidak… entah yaaa….
Atau Cuma ingin menyelamatkan haus dahaga kekuasaan saja? Jadi urusan Putri Pertiwi jadi nomor sekian.
Dengan kesombongan Golkar yang permanen, secara menjadi juara di pemilu sebelumnya begitu lhow. Golkar dan PDIP masih bermimpi untuk menjadi peringkat I dan II di pemilu ini. Perhitungannya sederhana saja. PD hanya memenangkan 7% suara di pemilu 2004, Ahhh….keciiiillll……
Siapa menyangka akan dapat 20% tahun ini??? Iya bukan…???
Sementara pada pemilu 2004 Golkar memenangkan hampir 21.6%, dan PDIP meraih 18.5% suara. Wuiihh… Jadi mimpinya, kalau suara Golkar dan PDIP digabung, sudah menjadi 40%, sudah akan sangat kuat. Itu mimpi Don Quichotte Golkar dan Don Quichotte PDIP. Mimpi para dewa yang tak pernah belajar membaca perubahan jaman.
Rakyat sudah tidak bodoh lagi bapak-bapak dan ibu-ibu. Hallo… kriiingg… krriinngg… sudah tahun 2009 nih…..
Hasil quick count pemilu legeslatif keluar. PDIP dan Golkar membagi suara hampir sama, masing-masing “hanya” 14%.
Om JK dan mbak Mega, 14% itu,….itulah suara para pemilih puritan Golkar dan PDIP. Pemilih maniak. Perhitungan teoritis, para pemilih maniak PDIP dan Golkar hanya dikisaran 10% – 12%. Artinya, tanpa perubahan visi dan kinerja dari kedua partai besar ini, sampai kapan pun percayalah, suara PDIP dan Golkar, akan segitu-segitu saja. Dan ada 40% lebih swinging voters. Para pemilih yang tidak memihak ke partai mana pun. Termasuk gw.
Para pemilih yang memilih partai berdasarkan kinerja dan efektifitas. Sekali swinging voters ini dikecewakan, akan sangat cepat beralih partai. Jadi om JK dan mbak Mega, jangan mimpi bahwa suara gede itu adalah suara para pemilih mania PDIP dan Golkar. Itu sudah dibuktikan dari hasil perolehan suara PDIP yang terus merosot dari setiap pemilu ke pemilu. Dari angka 33% pada pemilu 1999, ke angka 14% pada pemilu kali ini. Bayangkan… sudah terpangkas lebih dari separonya. Karena apa? Karena PDIP tak pernah berubah. Sejak didirikan partai ini begitu-begitu saja kinerjanya. Kalau tak mau dibilang bahkan semakin mundur.
Seharusnya dari 2 kali hasil pemilu terdahulu, PDIP sudahharus melakukan perombakan besar-besaran, jika tidak ingin ditinggalkan para pemilihnya. Tapi sepertinya PDIP tetap akan mempertahankan cara pendekatanmassanya (Public approach). Dengan mengedepankan mbak Mega serta segala historical attachmentnya dengan bapa bangsa, Bung Karno. Dan sekarang ada bisik-bisik tentang Puan Maharani….Hallo…kriiinngg…. Ini tahun berapa yaa..??
Menjadi keturunan pemimpin itu karunia. Indira Gandhi. Rose Kennedy. George Bush. Semua membuktikan. Dan jelas itu bukan KKN bila kemudian terbukti keturunan sang pemimpin memang capable untuk mengemban tugas-tugas penting. Tapi para keturunan tersebut, terlebih dahulu harus membuktikan kemampuannya untuk tugas-tugas yang lebih kurangpenting. Rajiv Gandhi menjadi pengusaha sukses dulu sebelum terjun ke Politik. Menyelesaikan pendidikan dengan sangat baik, dari perguruan ternama di Inggris. Keluarga Kennedy pun demikian. George Bush Junior, sudah menjadi Gubernur dulu sebelum ayahnya terpilih jadi Presiden. Jadi boleh-boleh saja. Asal bukan dikarbit. Bukan pemimpin karbitan. Dan sudah terbukti juga, George Bush junior tidak sepiawai bapaknya. Akhirnya mendapatkan lemparan sepatu di Iraq. Masa kedepan akan lebih sulit dari sekarang. Sudah terbukti kah kepemimpinan generasi kedua para dewa tersebut?? Jangan sampai nanti sang putri mahkota mendapat lemparan sepatu di Papua….Hanya Tuhan yang tau……
Kalau di perusahaan komersial, kemunduran yang sangat significant seperti itu, boleh disamakan dengan kejatuhan harga saham perusahaan, semua top managementnya sudah diganti secepatnya. Perusahan sudah akan melakukan konsolidasi besar-besaran. Tapi sepertinya PDIP dan Golkar tidak mau melakukan hal-hal yang professional.
Alasan PDIP sudah jelas, tanpa Megawati, partai ini bukan apa-apa. Jadi Megawati harus tetap diusung dan dipertahankan, seberapa pahit pun pilihan dan kenyataan itu. PDIP tak punya pilihan lain. Kasihan memang nasib partai besar yang awalnya sangat menjanjikan ini.
Tapi Golkar??? Sangat banyak pilihan orang-orang dalam partai tersebut dengan kapabilitas yang mumpuni… kenapa mesti tetap JK??

Antara Asset dan Liability, Antara Simbol Perjuangan dan Pemimpin
Bagi anda yang bekerja dibidang keuangan, Balance Sheet (Neraca Keuangan) sudah pasti menjadi santapan sehari. Apalagi bagi para akuntan. Debet dan kredit sudah bukan idiom yang asing lagi. Dalam neraca keuangan, asset (kekayaan) harus seimbang dengan liabilities (kewajiban). Assetitu harus mengalir dan berubah menjadi kewajiban ditambah keuntungan (Profit). Bila aliran itu salah, alih-alih untung, malah kerugian (Lost) yang didapat. Dalam neraca keuangan dan rugi laba, asset dan liability hanya dibatasi oleh secarik garis lurus.
Keterbatasan neraca keuangan ini, adalah kenyataan bahwa neraca ini hanya mengandung hal-hal yang kasat mata. Yang countable dan dapat dihitung. Hal-hal yang meta akunting, tidak dapat direkam dalam neraca ini. Dalam Financial System, ada istilah yang dikenal sebagai “good will” atau arti kasarnya “nama-baik”. “Perkiraan” akan kemampuan suatu entity untuk mengembangkan capital/modal karena “nama-baik”. Good will ini tidak dapat terekam dalam balance sheet. Sering kali justru “good-will” ini lebih besar pengaruhnya dibandingkan Asset/kekayaan yang kasat mata itu sendiri. Sebagai contoh, brand name “Microsoft”, “Coca-Cola”, “IBM”, “Toyota”, “Samsung”, atau “Indonesia”, “Malaysia”, “Hongkong”, “Cina”, justru lebih berpengaruh dibadingkan harta kekayaan kasat mata entity bersangkutan. Boleh jadi Asset bangsa Indonesia hanya 1/10 Asset Singapore contohnya. Tapi secara “good-will”, perkiraan ke depan, Indonesia akan jauh melebihi Singapore. Meskipun hal itu tidak dapat direkam diatas kertas balance-sheet.
Nama Bill Gates (Microsoft), atau Howard Stringer (SONY) merupakan contoh good-will yang lain. Top management sebuah perusahaan memiliki good-will sendiri. Pergantian atau kesalahan memilih Top Management, dapat dengan seketika mempengaruhi harga saham. Namun “harga” top management entity bersanagkutan, tidak dapat diukur dalam balance sheet. Nilai capitalisasi entity bersangkutan di pasar modallah yang membuktikan “good-will” top management sebuah entity benar-benar memberikan dampak yang sangat besar.
Seperti juga halnya asset yang dapat seketika berubah menjadi liabilities, “good will” ini pun memiliki sifat yang sama, dalam satu ketika dari “pengembang” capitalisasi, good-will dapat dalam sekejab berubah menjadi liability yang menghancurkan capitalisasi.
Demikian juga halnya dalam percaturan politik dan peralihan kekuasaan. Seorang politikus ulung dan cemerlang, yang tadinya merupakan asset sebuah partai, dalam sekejap dapat berubah menjadi kendala. Dari politikus sanjungan menjadi politikus tikus-tikusan, hanya dibedakan oleh sebuah garis sangat tipis. JK tampaknya sedang mengalami hal itu. Dari sebuah Ace of heart, melakukan self destruction karena langkah kudanya, berubah menjadi Queen of spade. The Black Jack.
Cepat atau lambat, JK akan menjadi liability bagi partai Golkar. Sebenarnya, kalau niat luhur Golkar memang ingin memperjuangkan kemaslahatan Bangsa Indonesia. Ingin memenangkan Pemerintahan yang kuat ke depan. Bukan hanya basa-basi, Golkar HARUS berkoalisi dengan PD. Seharusnya Golkar menempatkan kepentingan Indonesia diatas kepentingan apa pun. Apalagi kepentingan pribadi. Jangan hanya karena ingin menyelamatkan muka JK, Golkar harus menjilat ludah sendiri yang katanya ingin melakukan perubahan yang substansil bagi Indonesia ke depan.
Selalu, mau tak mau, Golkar memiliki posisi penting bagi kemajuan Indonesia. Coba mari kita berandai-andai.
Seandainya JK bukan ketua umum Golkar, maka yang sowan ke rumah Megawati pasti bukan beliau. Manuver politik Golkar akan lebih etis. Dan akan sangat mudah mengkambing hitamkan ketua umum mbalelo yang “suka-suka” sowan ke kandang PDIP mengikrarkan koalisi. Hal itu sangat mudah dilakukan di dunia politik. Dan “good-will” JK sebagai WAKIL PRESIDEN akan tetap terjaga. Tidak terlihat sebagai orang yang kemaruk kekuasaan. Mengorbankan kehormatan lembaga kepresidenan Indonesia (baca mengorbankan kehormatan bangsa), demi keuntungan pribadi.
Seandainya itu terjadi, duet SBY dan JK kemungkinan masih dapat berlanjut. Dan percaya deh… akan sangat sulit bagi pasangan Pres dan wapres lainnya untuk mengalahkan duet maut ini. Dan dengan ditambah koalisi PKS. Koalisi ketiga partai ini sudah sangat kuat untuk membawa Indonesia maju ke depan. Memiliki pemerintahan yang sangat kuat.
Tapi hal itu hanya mimpi. Nasi sudah menjadi bubur. Tinggallah Golkar yang menjadi kuda tanpa kaca mata. Menjadi bingung sendiri. Sampai memasangkan JK dan om Wiranto. What........????
One queen of spade is enough. Two queens of spade???? Hell… Naaahhhh….
Dan apakah benar seluruh pengurus daerah Golkar di Indonesia mendukung JK??
Saya sempat berbicara dengan salah satu pengurus daerah Golkar, di luar Jawa. Dengan berapi-api dia mencela tindakan pimpinan Golkar pusat yang melepaskan koalisi dengan PD. “Saya masih punya idealisme” katanya…. “Kalau ingin Indonesia maju kedepan, tidak seharusnya pimpinan pusat itu mundur dari koalisi dengan PD, demi menyelamatkan JK. Sudah lebih 30 tahun Golkar menjadi bagian dari penentu kebijakan bangsa ke depan. Kecil atau besar, Indonesia menjadi seperti sekarang ini, adalah karena sumbangsih Golkar, … jadi jangan hanya karena emosi menyelamatkan muka 1 orang, seluruh kepentingan bangsa dikorbankan..bla..bla..bla,,,” katanya dengan sedikit emosi...... Ampuunnn paaakkk…. Ampunn… jangan saya yang dimarahi….hehehehe………… Tentu saja pengurus Golkar daerah ini bukan orang Makassar…. Hiks hiks….
Begitu juga dengan PDIP. Cepat atau lambat, mereka harus menentukan sikap, kalau tidak ingin menjadikan PDIP menjadi partai teri gurem kembali.
Untuk mengalahkan sebuah tyrant, dibutuhkan sebuah symbol perjuangan. Ketika menendang Orde Baru, Mbak Mega dan Gus Dur menjadi symbol itu. Terutama mbak Mega, yang sangat erat terkait dengan heroisme Bung Karno. Mbak Mega sudah sangat berjasa menjadi symbol perjuangan itu. Jangan lagi dirusak karena banyak kepentingan orang-orang hipokrit disekeliling mbak Mega.
Suka atau tidak suka, cepat atau lambat, romantisme historis itu akan segera tergerus oleh waktu. Itu sudah menjadi hukum alam. Tidak ada yang dapat menentangnya. Apalagi ikatan romantisme itu berkali-kali dilukai dengan kegagalan dan ketidak becusan.
Sampai generasi saya, diturunkan dari orang tua saya, yang mengalami pahit getir prahara 1965 dan kejatuhan Orde baru 1998. Yang diturunkan lagi dari kakek saya, yang mengalami masa2 perjuangan revolusi… Soekarno memang Bapa Bangsa yang tercinta. Dan saya terpengaruh karenanya.
Tapi setelah itu ke anak saya??? Well… saya Cuma mengalami masa kejatuhan Soeharto. Jadi kalau nanti anak saya ditanya siapa itu Puan Maharani…. Well, sorry to say, dia bukan siapa-siapa. Dia tak lebih dari anak mantan Presiden RI. Titik.
Dan sungguh sangat kasihan PDIP kalau tetap mempertahankan perkembangan partainya dengan mempertahankan platform heroisme symbol perjuangan itu. Kita sedang tidak menggulingkan tyrant. Kita sedang membangun citra bangsa. Agar menjadi bangsa terpandang didunia. Agar tidak lagi selalu dilecehkan oleh Malaysia atau Singapore. Jadi cobalah PDIP bangun dari mimpi panjangnya.
Dimana-mana, untuk menggulingkan sebuah kekuaasaan tyrant, dibutuhkan sebuah symbol perjuangan dan pemersatu. Corry Aquino di Filipina, ketika melakukan people power menggulingkan Marcos. Ayatollah Khomeini di Iran, ketika menggulingkan Syah Reza Pahlevi. Mahatma Ghandi di India. Fidel Castro di Cuba, Soekarno di Indonesia, Kemal Pasha di Turki, Juan Peron di Argentina…. Perjuangan membebaskan diri dari Tyrant itu memerlukan symbol. Dan biasanya, pada saat turbulensi dimana tidak ada pilihan lain, untuk melewati masa transisi, symbol perjuangan itu mau tak mau suka rela atau “dipaksa” menjadi pemimpin pemersatu. Tapi kekuasaan itu memang hal yang sangat menggiurkan. Kemudian kesalahan yang terjadi adalah, sang symbol perjuangan itu menjadi lupa diri dan menjadi selalu ingin mempertahankan kekuasaan itu sendiri. Meskipun jaman sudah berubah. Dan kesalahan seperti itu sangat manusiawi.
Dan symbol perjuangan dari tyrant itu… berubah menjadi tirani itu sendiri. Juan Peron, Kemal Pasha, dan Soekarno adalah contohnya…
Sementara yang lebih arif dan bijak, lebih memilih menjadi Bapa bangsa. Dan namanya menjadi legenda sepanjang masa. Gandhi dan Khomeini adalah contohnya. Mereka menyadari rayuan kekuasaan itu akan menjatuhkan nama baik mereka sendiri, kalau mereka gagal menjadi pemimpin yang diharapkan. Mereka memilih menjadi guru bangsa. Dan nama mereka tak pernah cacat.
Corry Aquino, hampir mengalami cacat itu. “Dipaksa” menjadi pemimpin, karena tak ada pilihan lain, meskipun dirinya sendiri tidak memiliki ambisi menjadi Presiden Filipina. Dan setelah menjadi Presiden, kritik tajam segera terlontar kearahnya. Terutama dari lawan2 politik mendiang suaminya, dan konco2 Marcos tentu saja. Karena terus terang secara kapabilitas, madam Aquino memang bukanlah pemimpin yang baik. Memimpin sebuah Bangsa, apalagi sebesar Filipina, buka pekerjaan main-main.
Madam Aquino cepat-cepat mengakhiri kekuasaannya, sebelum kesalahan fatal, merobek nama baik mendiang suaminya, karena ketidak mampuannya menjadi Presiden.
Menjadi Symbol perjuangan adalah satu hal, tapi menjadi pemimpin yang baik? Itu adalah hal yang lain lagi. Tidak ada hubungannya.
Cuma sekedar mengingatkan ibu… Jangan hanya gara-gara ambisi orang2 yang menggantungkan periuk nasi pada Ibu, nama sang ayah yang sudah sangat harum menjadi cacat….
Gus Dur sudah menjadi contoh yang baik. Kalau saja Gus Dur dulu memilih menjadi Bapa Bangsa, seperti Gandhi atau Khomeini, tidak mau menjadi Presiden, sudah pasti namanya akan sejajar dengan nama ayah dan kakeknya. Bahkan mungkin lebih. Dan semua orang akan tetap mendengarkan wejangannya. Sekarang??? Ketidak mampuannya menjadi Pemimpin sudah tertulis dibuku sejarah. Dan itu akan terekam sepanjang masa.

The Voters, Branding, and Public Aproach
Branding Golkar sebagai partai yang dipilih kaum professional dan intelektual sudah kuat. Dari sejak ICMI dibuat Habibie, Golkar sebenarnya sudah tak akan terkalahkan di kalangan pemilih kelas menengah. Dan itu sudah terbukti pada pemilu 1999. Meskipu didera caci maki karena kedekatannya dengan regim orde baru, Golkar tetap memperoleh 21% suara ketika itu. Dan terus terang pemilihnya masih dari kalangan intelektual dan menengah. Tapi kebodohan-kebodohan yang dilakukan para pimpinan puncaknya, menjadi senjata makan tuan. The self destruction game.
Branding PDIP sebagai partai wong cilik, awalnya sangat menjanjikan. Tapi setelahnya… pliss deehh… haddooohhh....
Mbak Mega, PDIP sebagai partai wong cilik boleh saja, tapi sebagai pemimpin partai besar coba dong berbicara sebagai intelektual. Menjadi Partai wong cilik, bukan berarti pemimpinnya juga harus berpikir seperti wong cilik kan?
Jadi pemimpin itu BOLEH, WAJIB, dan HARUS memikirkan wong cilik. Tapi untuk melakukan itu, bapak-ibu harus berpikiran besar. Punya visi kenegaraan tentang ekonomi dan kemajuan. Jangan karena sebagai partai wong cilik, berbicara dan berpikirnya pun seperti wong cilik…. Negara ini tidak akan maju-maju.
Coba deh, disetiap kesempatan mana pun, wawancara media, terutama TV, di seminar para akhli, dalam pidato politik, saya tak pernah melihat dan mendengar visi pribadi Mbak Mega tentang ekonomi kerakyatan.Tentang perubahan pasar dunia, dan perubahan social politik Indonesia, yang harus dilakukan untuk kedepan. Yang saya dengar selalu, selalu, dan selalu pemikiran tentang wong cilik. Bandingkan dengan mas Prabowo Subianto, yang sangat fasih berbicara tentang ekonomi kerakyatan. Bandingkan dengan om Amien Rais. Bahkan dengan om JK sekalipun. Coba bandingkan.
Maaf Mbak Mega, adalah sangat terpuji memikirkan nasib wong cilik. Tapi memikirkan saja tidak cukup. Dibutuhkan visi dan langkah yang jelas. Commitment pribadi. Bukan commitment para pendukung. Masukan para pembisik.
Sebagai pemimpin, mbak Mega harus punya visi sendiri. Harus punya konsep sendiri dulu. Setelah itu baru minta masukan dari para pembantu. Tapi kalau visi dan konsep dasarnya saja sudah dicekoki para pembisik, bagaimana mungkin bisa memikirkan nasib wong cilik???............
Rakyat membutuhkan pemimpin dan parlemen yang bersih. Kita bosan dengar berita anggota dewan yang terhormat ini dan itu berselingkuh, korup, berjudi, ketangkap nyabu…aduuhhh…aduuhh….
Rakyat juga menilai dan semakin belajar…. Jadi cobalah para Dewa itu belajar juga….

The Making Of A King
Siapa Presiden Indonesia untuk 5 tahun ke depan?
Rasanya jawabannya tidak terlalu sulit.
Silahkan lihat calon-calon yang ada. Pilihannya sudah jelas.
Memilih yang terbaik dari yang buruk, atau memilih yang terbaik dari yang ada??
Jawab aja ke 5 pertanyaan ini, jawabannya sudah jelas.
Siapa yang paling bersih.
Siapa yang paling punya visi tentang ekonomi kerakyatan (Bukan mimpi ajaib penyelamatan putri pertiwi Don Quichotte). Tapi Nation Plan yang jelas dan applicable.
Siapa yang berani memberantas korupsi sebenar-benarnya. Bahkan dari kalangan keluarga sekalipun.
Siapa yang paling sehat.
Dan siapa yang paling bagus agamanya.
Mari kita lihat. Anda sudah punya jagoan? Saya sudah.

No comments:

Post a Comment