whose side are you on

whose side are you on

Wednesday, March 16, 2011

Books Of Choices: The War Of The Lords == The Century Scandal ==

Tahun 2005 gwe pernah mengikuti sebuah Symposium Internasional, yang diadakan untuk para pengusaha muda se Asia, di Kuala Lumpur. Biasalah, selain menambah wawasan, mencari tahu market trend, juga untuk menambah network dan koneksi bisnis. Sekalian jalan2 juga sih.

Acara itu dibuka oleh Perdana Menteri Malaysia saat itu, Tun Ahmad Badawi, dan diikuti ratusan pengusaha muda yg hampir mewakili seluruh Negara di Asia. Ada yang menarik pada saat acara pembukaan symposium tersebut. Selain business presentation yang dilakukan oleh para pakar bisnis dan keuangan berkelas dunia, karena menjadi tuan rumah, sebagai penghormatan, ada juga presentasi bisnis yang dibawakan oleh salah satu pengusahamuda Top di Malaysia.

Teman kita ini dengan sangat bersemangat meyampaikan pandangannya mengenai peluang bisnis di dunia, terutama di Asia Tenggara. Seperti kita ketahui, Negara2 berikutnya yangdiperkirakan akan menjadi raksasa ekonomi dunia adalah BRIC (Brazil, Russia, India, China). Empat Negara yang dianggap akan menjadi super power ekonomi berikutnya diparuh awal abad ini.

Nah dalam presentasinya, menurut pengusaha muda Malaysia ini, mengingat kebangkitan ekonomi Negara-negara kawasan Asia (China & India itu di Asia), BRIC itu seharusnya ditambahkan 1 huruf lagi, yaitu huruf “S”, menjadi BRICS, singkatan dari Brazil, Russia, India, China, dan South East Asia. Dengan sangat meyakinkan dia menjelaskan semua alasannya. Dari segi financial, ekonomi, social, geo cultural, dan politik regional. Very impressive.

Pada saat sessi Tanya jawab, seorang pengusaha dari salah satu Negara Asia Selatan bertanya, bagaimana mungkin South East Asia yg merupakan sebuah region, dapat disejajarkan dengan Negara. Brazil, Russia, India, dan China itu Negara, lebih mudah pengendalian monetary policy, ekonomi, dan politiknya. Karena masih dalam satu pemerintahan. Sementara South East Asia itu terdiri dari berbagai Negara yang sangat berbeda economy dan political environtmentnya.

Pengusaha Malaysia itu menjawab dgn menjelaskan alasannya, tentang kerja sama multi lateral, ASEAN, bla..bla...bla..., yang tidak menutup kemungkinan akan menyerupai Uni Eropa, bla...bla...bla.... Intinya negara2 dikawasan ini sedang bangkit dan siap untuk menjadi super power ekonomi berikutnya. Ada beberapa bagian makalahnya yang dapat gwe terima, namun lebih banyak bagian yang menurut gwe lebih kepada mimpi dan mengawang-awang.

Pada saat break, gwe dengan beberapa teman sempat ngobrol2 dengan pengusaha ini. Dan sedikit membahas makalahnya. Seorang pengusaha dari Singapore menyindir dengan bercanda, jangan2 yg ingin dimaksudkan olehnya sebenarnya adalah BRICM, ‘M’ sebagai Malaysia, namun for modesty purpose, krn kerendahan hati mengubahnya menjadi‘S’. Agar tidak dianggap terlalu jumawa bagi negara2 di kawasan ini. Kemudian seorang peserta dari Korea yang ikut ngobrol bareng kita menyatakan, sebenarnya susunan itu lebih tepat menjadi BRIIC, dengan tambahan 1 lagi ‘I’ yang merupakan singkatan untuk Indonesia. Entah menghina, entah serius, rekan kita dari Singapore dan Malaysia itu mengiyakan sambil tertawa-tawa.

Gwe dengan teman2 dengan tegas dan PD bilang itu pasti!!! Kita yakin itu. Menurut perkiraan gwe, pengusaha Malaysia itu hanya malu untuk mengakui, bahwa ‘S’ itu memang seharusnya ‘I’. Satu Negara lagi itu adalah Indonesia, untuk menjadikannya BRIIC.

Boleh jadi, Purchasing Power Parity Indonesia dibandingin Malaysia, Thailand, atau Singapore saat ini kalah jauh. Tapi bila Negara ini dimanage/ditata dengan benar, siapapun orang itu harus mengakui, resources yang dimiliki oleh Indonesia, adalah yang terbesar ke 3 di Asia, setelah China dan India. Mungkin Mongolia. Tapi mengingat sejarah masa dulu, dan hubungan Mongolia dengan Cina, dan negaranya yg tak memiliki laut, mungkin kondisi Indonesia memang jauh lebih baik.

Pasar Indonesia itu 100 kali lebih besar dari Singapore. 10 kali Malaysia, 6 kali Thailand atau Filipina. Seluruh Negara Asia Tenggara yg tergabung dalam ASEAN, digabung menjadi satu, baru dapat menyamai kekuatan pasar Indonesia. So? Jadi? Kesimpulannya?

Saat gwe mengikuti symposium itu, Indonesia baru mengalami perubahan iklim politik. Baru memasuki awal era reformasi. Setelah 60 tahun lebih salah urus oleh 2 kekuasaan tiran, yang menyebabkan Ekonomi Indonesia luluh lantak terpuruk kelembah hitam, tidak maju2. Sementara tetangganya sudah mulai melompat ke masa depan.

Namun hanya berselang 4 tahun dari saat Symposium Young Entrepreneur itu, Ketika pengusaha muda Korea itu mengatakan BRIIC, sebagai pernyataan super power ekonomi berikutnya, saya mendengar pengalaman yg sama dr seorang teman saya.

Salah seorang teman saya beberapa bulan lalu mengikuti satu seminar bisnis dan keuangan di Eropa. Seorang pentolan executive perusahaan Internasional besar, Multi Media dan Telekomunikasi Eropa mengatakan hal yang sama. Super power ekonomi berikutnya adalah BRIIC. Dan salah satu ‘I’ itu adalah Indonesia. Bangga sekali gwe mendengarnya. Penilaian ini mungkin penilaian yang lebih tulus. Karena tidak dipengaruhi embel-embel persaingan politik regional semacam ASEAN. Executive perusahaan multi media itu, pasti melihat kenyataan betapa potential pasar Indonesia.

Indonesia memang sedang menggeliat. Bak raksasa tidur yg mulai terjaga. Bila ditata dengan benar, potensi yg dimiliki Negara ini memang sangat besar. Bila ditata dengan benar, gwe yakin, hanya dalam tempo lima belas tahun, Indonesia akan dapat melibas Malaysia dan Thailand, untuk kembali menjadi poros di Asia Tenggara. Bila ditata dengan benar dalam tempo 30 tahun kedepan, Indonesia akan menyamai Singapore dalam hal kekuatan ekonomi. Bila ditata dengan benar, seperti prediksi para pakar ekonomi dan keuangan, Indonesia akan menjadi super power ekonomi ke 8 di dunia. Namun itu semua dengan catatan, BILA NEGARA INI DITATA DENGAN BENAR.

Ekonomi kita baru mulai tumbuh. Harus kita akui, dalam 5 tahun pemerintahan SBY, banyak kemajuan yang kita capai. Team keuangan kabinet SBY, mungkin salah satu yang terbaik sepanjang sejarah bangsa ini. Eyanggwe sering menyamakannya dengan era keuangan Team radius Prawiro dan JB Sumarlin dulu. Walau sering dibantah oleh Papa, karena katanya team keuangan era Soeharto, diback-up kepemimpinan yang otoriter, jadi semua kebijaksanaan keuangan bisa berjalan dengan mulus. Sementara team keuangan kabinet sekarang terbentuk dalam suasana yang lebih demokratis. Bisa diprotes kapan saja. Dan telah terbukti kebijaksanaan liberalisasi perbankan yang dilakukan JB Sumarlin dan team keuangannya melalui Paket Oktober 1988, ternyata malah menyeret Indonesia kedalam krisis keuangan paling parah sepanjang sejarah Indonesia.

Gwe sendiri ketika Pakto 88 itu digulirkan, masih dibangku SMA, jadi belum paham mengenai kinerja team keuangan JB Sumarlin ketika itu. Masih bego soal-soal begitu. Tapi kalo diajak diskusi pura2 ngerti dan sok tau aja.... lucu kalo diingat. Jadi kalo sekarang Eyang sama Papa berdebat soal team keuangan yg mana yg paling baik, antara yg sekarang dengan yang dulu. Gwe Cuma bisa ikut numpang dengar. Karena gwe gak tau soal dulu2.

Tapi gwe ikut merasakan betapa parahnya krisis keuangan Indonesia tahun 1998 dulu. Bertahun2 Indonesia merasakan dampaknya. Dan ketika ekonomi kita baru saja mulai membaik, Krisis keuangan Amerika kembali menghantam pilar keuangan dunia.

Gwe hanya seorang pengusaha. Bagi gwe ekonomi yang baik dan terpelihara adalah keharusan. Jadi ketika krisis keuangan di Amerika mulai mengimbas kemana2. Memicu kejatuhan pasar modal dan keuangan dunia. Gwe ikut menjadi sangat khawatir. Kalau kamu juga seorang pengusaha atau seorang investor di pasar modal, kamu juga pasti merasakan tekanan itu. Bursa saham jatuh dimana-mana,Proyek-proyek mandeg karena kesulitan liquiditas, orang-orang di PHK karena kebangkrutan usaha, kamu pasti merasakan tekanan itu. Bayang2 krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 seakan kembali menghantui, dan sangat terasa mencekam. Dollar yang tiba-tiba menghilang dan meroket, Index BEJ yg melorot drastis, bunga pinjaman yang mulai mencekik, harus diakui, ketakutan itu mulai muncul kepermukaan. Terutama bagi para pengusaha, yang hidupnya sehari2 bergelut dengan segala perangkat keuangan yang ada.

Dan kasus Bank Century muncul, ditengah-tengah krisis yangmulai menekan seperti itu. Bagi gwe apa yang dilakukan mbak Sri Mulyani untk menyelamatkan Century adalah langkah yg tepat. Gwe bukan seorang politikus. Gwe tidak berkepentingan apakah pemerintahan SBY langgeng atau tidak. Buat gwe yang terpenting adalah, ekonomi Negara ini tetap tumbuh dan kuat. Agar gwe tetap dapat melanjutkan dan mengembangkan usaha gwe. Dan tetap bisa memberi makan ribuan karyawan2 gwe.

Kita semua memang pasti tidak dapat membayangkan dampak yang terjadi seandainya Century dilikuidasi. Memang ada kemungkinan lebih baik, tapi juga pasti bisa lebih buruk. Hanya saja gwe tau, para pengusaha dan pemodal, sudah mulai pasang kuda2 penyelamatan, seandainya system keuangan kita kembali collapse. Kepercayaan pada perbankan yang menjadi pilar ekonomi di negara manapun, harus tetap dipertahankan, dalam situasi sulit seperti itu.

Alasan gwe bilang putusan mbak Sri Mulyani menyelamatkan Century benar, karena terbukti kemudian Ekonomi Indonesia tetap bertahan, bahkan tumbuh. Sementara negara-negara tetangga mengalami kemunduran dengan pertumbuhan ekonomi yang minus. Hanya Indonesia dan Malaysia yg tetap mencatatkan pertumbuhan positif. Dan Indonesia mencatatkan pertumbuhan tertinggi ke 3 di Asia. Jadi, kenapa orang menyalahkan keputusan penyelamatan Century itu.

Alasan yg dipakai orang2 yg menyalahkan itu sungguh tak masuk akal, karena memakai conditional argumen. Seandainya Century tidak diselamatkan, belum tentu ekonomi Indonesia juga collapse. Itu alasannya. Kemudia bla..bla...bla.... dengan seribu penjelasan keuangan dan perhitungan resiko. Duughh...

Kenapa sih masih tidak melihat keadaan yg ada sekarang? Kenapa mesti berandai-andai. Gimana kalau seandainya Century tidak diselamatkan, dan kemuadian rush dimana-mana, seperti kejadian 1998? Karena gwe tau, semua pengusaha dan pemain pasar modal pun sudah mulai pasang ancang-ancang. Dan gwe yakin masyarakat yang lebih tidak tahu masalah, pasti akan lebih gampang dikompori dan dikipas untuk rush, dalam situasi sulit begitu, dan masih trauma krisis ekonomi 1998, dan berita mengenai bank2 besar diluar sana yang berguguran. Apalagi ibu2 rumah tangga yang Cuma punya simpanan segelintir. Tinggal disebar saja issue, bahwa bank ini dan bank itu akan segera mengikuti Century dilikuidasi, pasti rush dimana-mana. Karena mereka tidak mengerti apa-apa.

Kebijakan apapun memang merupakan pilihan. Setiap pilihan memiliki resiko. Dan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu memilih kebijakan dengan resiko terendah. Mengurus Negara bukan seperti berjudi, siapa yg paling berani bermain dengan resiko tertinggi, dia yang akan mendapat taruhan tertinggi. Penyelamatan Century itu sudah benar. Dan bank itu yg sekarang berubah nama menjadi Bank Mutiara sudah sehat kembali. Jadi keputusan itu sudah benar. Cobalah menerima kenyataan itu. Bahwa team keuangan Indonesia sudah mampu menghindari krisis keuangan lanjutan. Cobalah dengan tulus menerima kenyataan itu. Kalau para pakar luar negeri bisa menerima kenyataan itu, kenapa kita warga Indonesia sendiri tidak bisa menerimanya?

Bahwa kemudian, dibalik proses bail-out Century itu terjadi praktik2 yang tidak benar. Itu soal lain. Bahwa ada masalah “tak jelas” dibalik system pengawasan perbankan yang dimiliki BI tersangkut soal Bank Century, itu masalah lain. Kenapa bank yang sudah lama sakit2an tetap diijinkan beroperasi? Kenapa Bank yang sudah jelas2 melakukan berbagai pelanggaran kebijakan perbankan, tetap dibiarkan hidup? Kenapa pemilik bank yang jelas2 melakukan perampokan dan penipuan dibiarkan bebas (walau sekarang sudah ditahan)? Itu masalah lain lagi. Tapi dalam situasi buruk seperti itu, penyelamatan Bank Century memang jalan terbaik. Bukan masalah penyelamatan pemiliknya yang perampok, bukan menyelamatkan bank kecil yang salah urus, tapi lebih kepada penyelamatan ekonomi bangsa secara keseluruhan. Jadi tidak ada urusannya dengan Robert Tantular pemilik Bank Century yang garong itu. Kedua hal itu harus dipisahkan.

Kalo kemudian ternyata memang ada yang tidak beres dalam proses bail out tersebut. Itulah yang harusdiselidiki. Bukan masalah kenapa diselamatkannya yang dipertanyakan.

Kasus Bank Century ini kini berubah menjadi Scandal. Situasi itu semakin jelas terlihat. Bail out bank kecil ini berubah menjadi scandal politik paling panas akhir tahun ini. Sampai2 membikin heboh seluruh anggota DPR. Para dewa bertarung dengan kendaraan politik masing2. Sangat menakutkan untuk memperkirakan apa yg bakal terjadi, bila salah satu dewa itu ngamuk dan tak perduli urusan bangsa, hanya penyelamatan muka, ego dan kepentingan golongan/partai..wweeeyyyzzz, ngeri sekali membayangkannya. Kalo tidak segera diselesaikan, gwe khawatir scandal politik ini dapat memicu instabilitas ekonomi kembali. Sekarang perseteruan para pihak yang menjadikan bail out bank Century sebagai alat, sudah terbuka dan sangat telanjang. Sudah tidak ada lagi agenda penyelamatan bangsa. Yang kelihatan hanya agenda politik partai.

Beberapa oknum DPR pun mulai ikut2an terlibat mempolitisir bail out Bank Century. Semakin terlihat bahwa hak anket yang diajukan, tidak lagi murni keinginan mencari kebenaran. Dari awal gwe pun sudah khawatir Hak Angket ini hanya dijadikan alat politik untuk melibas partai lawan. Bukan untuk mencari kebenaran. Well? What do you expect? Teman gwe bilang, dari mana aja loo??? Emang sejak kapan DPR mau menyampaikan Tuntutan Hati Nurani Rakyat? DPR itu selalu menjadi wakit partai, yaaa.... jadi yang disuarakan yaaa.. Tuntutan Hati Nurani Partai laaaa....

Coba aja dengar issue2 yang beredar belakangan ini. Salah satu contohnya adalah issue aliran dana bail out tersebut, yang konon kabarnya mengalir ke SBY, Ke Fox Consulting, ke Malarangeng bersaudara, ke Sri Mulyani,dan beberapa nama lain yang semuanya merupakan lingkaran kunci SBY. Mendengar issue seperti itu, gwe sampai ngakak terbahak-bahak. WHAT????

Kalo penemuan aliran dana “korupsi” bisa dilakukan segampang itu, sudah penuh penjara kita oleh para koruptor. Filipina sampai bertahun2 mencoba memburu harta Marcos, hasilnya?? Nol besar. Gak usah jauh2 deh, kenapa sampai sekarang kita tidak bisa membuktikan bahwa Soeharto itu korupsi? Padahal ada GBHN nya lhooow... helloooo...

Gwe memang cuma seorang pengusaha, tapi justru gwe sangat paham tata cara aliran dan penyimpanan uang. Coba saja aliran dana itu masuk ke salah satu Bank di Singapore, sampai mati bediri pun kita tidak akan tau siapa penerimanya. Itu baru Singapore. Bagaimana dengan Bank2 di Swiss sana? Bagaimana dengan Bank2 di wilayah kepulauan Caribian sana yang banyak menjadi tempat pencucian uang? Dan orang sekaliber Presiden dan Menteri Keuangan, pasti punya akses ke negara2 semacam itu. Dan bego banget seorang Menteri keuangan menerima dana haram dari Bank di Indonesia, di salah satu bank di Indonesia, dengan nama pribadi. TOLOL BANGET itu namanya. Gampang bener menemukan jejaknya...hehehehehe.....

Jadi kalau ada yang menyebarkan issue semacam itu, gwe akan setengah mati terbahak-bahak. Kalau yg menyebarkan issue Cuma seorang mahasiswa, gwe masih dapat mengerti. Tapi kalau anggota DPR yang melepas issue?? Weeww... mending jadi mahasiswa aja deh, jangan jadi anggota DPR. Belajar lagi soal keuangan.

Jadi kalau nanti hak Angket Bank Century mulai dibuka, para dewan yang terhormat itu, jangan pernah berharap dalam laporan investigasi BPK akan ada catatan mengenai aliran dana dan menampilkan nama2 seperti yang diissuekan itu. Itu jelas-jelas bodoh namanya.To be in The House of Representatives, you have to be smarter than that. Untuk membuktikan ada penyimpangan dalam proses bail out Bank Century, dibutuhkan kecerdasan yang lebih. Tidak cukup sekedar arogansi politik dan berpura-pura pintar masalah ekonomi. You have to be smarter than that....

No comments:

Post a Comment