whose side are you on

whose side are you on

Friday, January 24, 2014

The Prodigies' Books ~ I Learn From The Best ~




Tanggal 30 April, tahun 711 M, sejarah baru dunia dimulai. Penaklukan Eropa oleh dunia Islam.
Tariq Ibnu Ziyad (Lebih terkenal dengan nama Jabbar Al Tariq), Panglima perang Kekhalifahan Ummayyah, menyebrangi selat yang memisahkan Provinsi Ifriqiyah (Morocco sekarang), salah satu provinsi dibawah kekuasaan Dynasty Ummayyah, dengan Iberia (Spanyol & Portugal sekarang), untuk memulai perang penaklukan ke utara Afrika.
Penguasa Visgoth Hispania, Kerajaan terbesar di Iberia saat itu, Raja Roderick, tidak tinggal diam dan memberikan perlawanan sengit. Dengan memimpin langsung 25,000 pasukannya, King Roderick menghadang Jabbar Al Tariq di Provinsi Cadiz. Pertempuran hebat tak terhindari.
Dengan hanya memimpin 7,000 pasukan, jauh di bawah jumlah pasukan Visgothic, Jabbar Al Tariq meluluh lantakkan perlawanan Raja Iberia Roderick di Medan Perang Guadalate. Raja Roderick dan para jenderalnya, tewas terbunuh dalam pertempuran tersebut. Dimulailah babak baru sejarah panjang perseteruan Islam dan Eropa.

Selat Gibraltar yg memisahkan Morocco dan Spanyol ("Gibraltar" merupakan lafaz Hispania menyebutkan nama "Jabbar Al Tariq"), menjadi lautan api pada penyerangan bersejarah itu. Ketika Tariq Ibnu Ziyad memerintahkan pasukannya untuk membakar seluruh kapal yang mereka pakai menyeberang ke Iberia, hanya dengan satu tujuan. Tidak ada jalan untuk kembali. Menang, atau mati terhormat dalam pertempuran.

Itu adalah satu petikan kisah sejarah, yang sering kali dikisahkan oleh para perawi sejarah Islam, untuk menggambarkan betapa hebatnya masa-masa kejayaan Kekhalifahan Islam kala itu. Tariq Ibn Ziyad (Jabbar Al Tariq), sampai sekarang dianggap sebagai salah satau Panglima Perang terhebat Islam. Namun satu hal yang sering kali tak pernah diceritakan adalah, pada masa itu, kemenangan besar dan mengharu biru yang diraih oleh Jabbar Al Tariq itu, TIDAK PERNAH DIHARGAI oleh para pemimpin Islam kala itu, bahkan oleh Khalifah Walid I sendiri, yang menjadi Sultan Dynasty Ummayyah saat itu.

Begitu mendengar kemenangan gemilang yang diperoleh oleh Tariq Ibn Ziyad di Eropa, bukannya mendukung penyerbuan berikutnya yg sudah direncanakan Al Tariq untuk merangsek ke Utara, menaklukkan Perancis yang sudah mulai ketar-ketir, tapi Khalifah Walid I justru memerintahkan Al Tariq kembali ke Damascus (Ibu Kota Kekhalifahan), dan dicopot dari jabatannya sebagai Panglima...!!!
DENGAN ALASAN TAK MASUK AKAL, dia tak pernah memerintahkan penyerbuan itu...

Nasib lebih tragis dialami Gubernur Ifriqiyah (Morocco), Musa Ibn Nusair, yang memerintahkan Tariq Ibn Ziyad untuk menyerbu Iberia. Dia tidak hanya dilucuti dari jabatan Gubernurnya, tapi juga dimiskinkan dengan mengambil seluruh hartanya. Dan diusir dari Ifriqiyah. Sampai akhir hidupnya Musa Ibn Nusair yg seharusnya dianggap Pahlawan itu, hidup sebagai pengemis fakir miskin.

Apakah alasan sebenarnya semua sikap tak masuk akal Khalifah Walid I itu? Ego centric Megalomania kelewatan. Tidak boleh ada orang yang melebihi Kepahlawanan Sultan. Sultan harus menjadi orang paling hebat. Walid I harus tercatat sebagai penakluk Eropa pertama. Bukan seorang Panglima perang negara bagian Afrika, bernama Tariq Ibn Ziyad, yang tak jelas juntrungannya... sebuah ironi yang sangat menyedihkan....

Seandainya saat itu Walid I, membackup rencana Jabbar Al Tariq untuk meneruskan pertempuran ke Utara merangsek ke Pyrenees Perancis, mungkin sejarah Bangsa Eropa tidak akan seperti ini. Mungkin sejarah Dunia tidak akan seperti sekarang ini. Tapi keangkuhan seorang Sultan mengalahkan segala-galanya...
Setelah kejadian itu, Sultan Walid I memimpin langsung penyerbuan ke Eropa. Memang dia tetap dapat melebarkan kekuasaan hingga "sedikit" ke utara. Sebagian besar daratan Spanyol, Portugal, dan Selatan Perancis dapat ditaklukkan. Namun Perancis tak pernah benar-benar dapat ditaklukkan. Kemenangan Jabbar Al Tariq sebelumnya, membuka mata Raja Perancis untuk konsolidasi dengan sekutu-sekutunya menghimpun kekuatan. Waktu yang hilang akibat kebodohan dan keangkuhan Walid I menarik mundur seluruh pasukan Al Tariq untuk merangsek ke Utara, harus dibayar sangat mahal dikemudian hari.

Dan sekarang, Ummat Islam sedunia menyebutkan nama Jabbar Al Tariq dengan penuh kekaguman, sementara jasanya tak pernah diakui sedikitpun oleh Rajanya saat itu.

Bila anda pelajari sejarah panjang Kekhalifahan Islam, anda akan menemukan betapa banyaknya sisi kelam dari kekuasaan Emporium Islam yang membentang sepanjang jazirah Arab, Afrika Utara, Asia Tengah, hingga ke Eropa. Sebuah bentangan daerah kekuasaan yang sangat luas. Namun sisi kelam itu, jarang sekali diceritakan oleh perawi. Terutama bila kisah-kisahnya dilakukan dalam majelis-majelis Taklim dan pengajian keluarga. Seakan-akan kekhalifahan Islam itu tidak memiliki cacat sama sekali.

Dan dari manakah para Khalifah itu belajar untuk menjadi sedemikian "keras" dan "angkuh"? Tidak boleh dilebihi oleh siapapun sejauh dalam daerah kekuasaannya? Dari manakah mereka belajar harus selalu menjadi nomer satu? Semua kemenangan harus diakui atas nama mereka? Tidak boleh diclaim oleh orang lain? Dari manakah mereka belajar itu semua?
Benar sekali. Mereka belajar dari yang terbaik untuk mengajarkannya. Pendahulu mereka sendiri, baik itu ayah, paman, kakak, adik, mertua atau siapapun yang menjadi Raja sebelumnya. Yang tak lain adalah keluarga dekat mereka sendiri.

Ada empat masa Kekhalifahan terbesar dan yang paling umum diakui dalam Islam. Dimulai dari masa Kulafau Rashidin (632M - 661M). Diteruskan oleh Dynasty Ummayyah (661M - 750M). Diteruskan lagi oleh Dynasty Abbassiyah (750M - 1260M). Dan terakhir Kekhalifahan Ottoman (1550M - 1924M). Ini adalah empat masa kekhalifahan terbesar dan yang umum diterima dan diakui dunia Islam. Di luar ini, masih banyak lagi Dynasty yang "mengclaim" sebagai Khalifah. Terutama pada masa Dynasty Abbassiyah. Ada beberapa Dynasty yang secara bersamaan mengaku sebagai Khalifah, dan tidak tunduk kepada kekuasaan Abbassiyah. Seperti Dynasty Fatimiyah, Malikiyyah, dan Dynasty Ayyubiddiyyah.
Juga Dynasty Mogul (Mughliyah) di India, Dynasty keturunan Bangsa Mongol (Jengish Khan) dari trah Timur-Lenk, yg membangun Taj Mahal yg terkenal itu.

Ada beberapa ratus tahun kekosongan Khalifah, ketika tahun 1258 Dynasty Abbassiyah, yg sedang berada dipuncak kejayaannya, dihancurkan oleh Hulagu-Khan, seorang Panglima Perang Mongol, yg merupakan saudara lelaki Khubilai Khan, Cucu dari Jengis Khan. Baghdad yang menjadi pusat kerajaan Abbassiyah, dibumihanguskan. Seluruh Perpustakaan yang ada dibakar, termasuk Bait Al Hikmah, yang merupakan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan terbesar di dunia saat itu dibakar. Jutaan buku Ilmu pengetahuan ikut dibakar. Dikisahkan sungai Tigris yg mengalir di tengah kota Baghdad, berubah menjadi Hitam, oleh bekas-bekas lembaran buku yg dibakar.
Semenjak itu perkembangan peradaban Islam benar-benar mandeg. Berkembang sangat pelan.

Kekosongan Khalifah terjadi ratusan tahun. Berbagai Dynasty mengclaim sebagai Khalifah. Salah satu yang terkuat adalah Kesultanan Malikiyyah di Mesir, yang mendapat mandaat dari Keturunan Dynasty Abbassiyah yang melarikan diri ke Mesir ketika penaklukan Baghdad terjadi oleh Hulagu Khan. Namun tidak ada yang benar-benar dapat mengukuhkan dirinya sebagai Khaifahan yg diakui, sampai akhirnya Dynasty Ottoman menaklukkan Cairo/Mesir pada tahun 1517.

Kekhalifahan dalam Islam ini terus terang banyak menimbulkan kontroversi dan perdebatan. Yang manakah yang benar-benar dapat disebut Khalifah. Karena banyak sekali Raja yang mengangkat diri menjadi Sultan dan mengaku Khalifah. Bahkan, semenjak pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah pertama, menggantikan Baginda Rasul, kontroversi itu sudah terjadi. Gue tidak ingin membahas hal itu. Gue hanya ingin membahas bagian sosial politik perebutan kekuasaan antara Raja dalam Dynasty yang mengclaim sebagai Khalifah dan pemimpin dunia Islam itu.


Perebutan kekuasaan yang ujungnya menimbulkan saling bunuh antara saudara Kandung dalam perebutan Takhta adalah hal yang sangat wajar. Apalagi dengan saudara Tiri? Wuyyyhhh...
Dan kemungkinan itu hampir pasti selalu terjadi. Mengingat Sultan biasanya memiliki banyak Istri dan banyak anak...
Dan sedari kecil, semua anak lelaki sang Raja ini, sudah dididik untuk saling bersaing dan berkompetisi. Untuk menentukan siapa yang terbaik yang akan menggantikan menjadi Raja.
Dan dalam persaingan dan perseteruan politik tingkat tinggi "kalangan dalam istana" itu, sang Ibu, yang menjadi Permaisuri atau Selir berpengaruh, beserta seluruh saudara-saudara perempuannya akan ikut terseret dalam perseteruan penuh intrik dan muslihat itu.
Dan bak keluarga Singa, sang Singa pemenang kemudian akan menghabisi lawan-lawan politiknya yg merupakan keluarganya sendiri setelah berkuasa. Dan itu hampir selalu terjadi. Mskipun ada beberapa kejadian, dimana Sang Khalifah kemudian membiarkan saudara kandung atau saudara tirinya yg merupakan seterunya, tetap hidup.

Dan perseteruan itu bukan hanya antara sesama siblings (saudara kandung), tapi juga terjadi antara Ayah dan anak.
Perebutan Takhta Kekhalifahan, pertikaian dan saling bunuh antara saudara sendiri, yang paling parah adalah pada jaman Kekhalifahan Ottoman. Tradisi penurunan Takhta Kekhalifahan melalui kompetisi antara Pangeran, menjadi sangat transparan, bagaikan menjadi tradisi tak tertulis. Seakan sudah menjadi keharusan, yang ingin menggantikan Khalifah, harus menjadi anak Favorite Sang Khalifah, dan harus "menyingkirkan" semua pesaing. Menyingkirkan itu berart "membantai", "menghabisi" hingga ke akar-akarnya. Dan sulitnya, ditengah jalan, "anak favorite" ini bisa berubah jadi anak "haram jadah" bila "berlaku tidak menyenangkan" bagi ayahnya. Politik Istana penuh intrik seperti itu memang menjadi sangat keras, dan tak terprediksi.

Sultan Sulaiman I, tega membunuh sendiri "anak favoritenya", Pangeran Mustafa, atas hasutan Istrinya dan anak-anaknya yang lain. Meski semua orang, bahkan musuh-musuh Sulaiman I sendiri, mengakui kalau Mustafa adalah anaknya yang paling capable untuk menggantikannya. Namun Intrik, fitnah, dan hasutan bisa merobah keputusan seseorang yang paling bijaksana sekalipun. Putusan membunuh anak sendiri, yang dikisahkan oleh semua kalangan sebagai peristiwa yang disesali Sultan Sulaiman I hingga ke akhir hayatnya.

Sultan Memed II yg sangat terkenal itu, yang menjadi penakluk Constantinopel, Sultan yang sangat ditakuti seluruh Eropa, dicurigai mati dibunuh oleh anaknya sendiri Sultan Bayezid II, yang saat kematiannya merupakan Putra Mahkota (Putra Favorite). Bayezid dicurigai berkomplot dengan Dokter Pribadi Sultan Memed II untuk meracuni. Sultan Memed II memiliki dua orang dokter pribadi, salah satunya adalah seorang Muallaf yang sangat setia keturunan Jahudi, Yaqub Pasha, yang convert ke Islam. Seluruh kesalahan ditimpakan pada dokter keturunan Jahudi ini. Dan dia dihukum mati. Meski tanpa pengadilan yang jelas. Tapi semua keuntungan hanya untuk Bayezid. Kecurigaan nyata yang tak dapat dibuktikan dengan kasat mata.

Apakah perebutan kekuasaan yang sangat menyeramkan dan mengerikan ini hanya terjadi di dalam Kekhalifahan Islam? Jawabannya jelas tidak. Seluruh Monarchy Absolut, yang melakukan pentabalan kekuasaan secara turun-temurun, dapat dipastikan akan melakukan hal yang sama. Bila anda membaca sejarah kerajaan-kerajaan Eropa. Kekaisaran Roma contohnya, kamu akan menemukan kisah teramat kelam yang sama. Saling bunuh antara saudara, demi takhta kerajaan.
Bahkan dalam Gereja Katolik. Bila anda baca sejarah panjang Gereja sebagai pusat kekuasaan di abad pertengahan, Intrik dan pertarungan politik antara penguasa Gereja, untuk berebut menjadi Paus, yang sekaligus menjadi penguasa Eropa, tak kalah menyeramkan.

Tidak usah jauh-jauh deh, baca saja kisah-kisah kerajaan di Indonesia jaman dulu. Akan sama kisahnya. Saling bunuh antara saudara sendiri. Lihat saja itu contoh nyata hingga sekarang. Kesultanan Solo. Sampe sekaraaanngg... Selalu ribut antara saudara sendiri, berebut jatah kuasa. Hampir saling bunuh.

*******

Kekuasaan itu memang harus dikontrol. Tanpa kontrol, kekuasaan akan menjadi wajah setan. Tanpa kontrol, kekuasaan akan menjadi segala pelampiasan nafsu durjana, yang bahkan sanggup membuat seorang anak untuk membunuh ayahnya sendiri, atau seorang Ibu sanggup menghukum pancung anaknya sendiri.
Hal itu lah yang ingin dirobah oleh Demokrasi. Demokrasi melakukan pembagian kekuasaan. Hukum bukan lagi monopoli Raja. Kuasa Raja dipreteli. Pemimpin/Raja/Presiden hanya menjadi pelaksana. Bukan hukum itu sendiri.

Dan bagaimana dengan Indonesia yang mengaku negara Demokrasi itu semenjak berdiri tahun 1945? Sekali lagi, dalam ranah politik kekuasaan, kontrol adalah hal yang paling kruisial. Paling penting.

Era Orde Lama, jaman Soekarno, kontrol itu juga tak berjalan. Soekarno juga berubah menjadi "budak kekuasaan". Ogah turun-turun, dan ingin bercokol selamanya. Segala aparatus politik direkayasa sedemikian rupa untuk melanggengkan kekuasaan.

Era Orde Baru, jaman Soeharto, Prodigy Indonesia ini juga belajar dari pendahulunya. Learn from the best. Sama saja, malah bertambah parah, rekayasa politik semakin canggih. Berkuasa puluhan tahun hampir tanpa kontrol. Ogah turun-turun juga. Sami mawon.

Era Reformasi?? Apakah pembentukan demokrasi kita memang salah arah? Kenapa Demokrasi kita menghasilkan pemimpin Prodigy yang sama seperti Pangeran-Pangeran Vavorite seperti kisah di atas, yang belajar dari pendahulunya untuk meneguhkan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara?

Kasus pembobolan Bank Century. Trilyunan Rupiah. Yang dananya dipakai oleh Parta Demokrat untuk membiayai pemenangan Partai mereka dalam Pemilu. Pertanyaannya, darimana SBY belajar untuk melakukan itu? Sebagai Prodigy, dari pendahulunya lah... Dari PDIP.

Kasus penjualan Indosat murah meriah ke pihak luar. Yang dananya juga diisukan dipakai untuk pemenangan PDIP dalam pemilu. Apa khabar kasus yang menoreh luka dalam pada wajah telekomunikasi Indonisia ini? Kasus yang menyebabkan Indonesia gampang sekali menjadi bulan-bulanan pihak Intelijen luar. Terutama Singapore.

Beda kedua kejadian busuk, memalukan, dan menyedihkan diatas hanya dua, Kalau pembobolan Century, SBY kongkalikong dgn Boediono mengkadali Sri Mulyani.
Kalau obral dan sabotase Indosat, Megawati dikadalin oleh Laksamana Soekardi dan cicunguk-cicunguknya.
Tapi tetap kedua kejadian itu tak pernah tuntas diungkapkan. Dan kedua orang yg pernah menjadi pemimpin Indonesia itu, sudah saling mengajarkan "ilmu politik mempertahankan kekuasaan". Sebusuk apapun itu.
Obral Indosat dan Perampokan Century, hingga kini gelap masbrok. Gak jelas ujungnya.
Mari kita lihat, apakah prodigy Indonesia berikutnya akan melakukan hal yang sama, belajar dari pendahulunya, merampok harta Negara untuk mempertahankan kekuasaan. Mari kita lihat, sebentar lagi PEMILU.


*******

Dan bagaimana gambaran Demokrasi yang ideal itu? Apakah seperti Amerika?
Sekali lagi, dalam politik kekuasaan, untuk menciptakan pemerintahan yang ideal, kontrol adalah yang terpenting. Dan Demokrasi, sebagai system pemerintahan yang dianggap paling ideal sekarang ini oleh banyak negara termasuk Indonesia, ternyata memiliki sisi gelap yang sama.
Kontrol adalah hal yang terpenting. Dan dalam Demokrasi, kontrol itu bisa dimanipulasi dengan sangat "demokratis". Dengan cara-cara yang dianggap sah.

Pada kenyataannya dalam negara Demokrasi, akhirnya, "Kontrol" itu akan dimiliki oleh para pemilik modal. Para Kapitalis. Contoh paling nyata adalah Amerika sendiri. Negara yang mengaku paling depan dalam hal Demokrasi.
Coba lihat betapa tidak berdayanya Presiden Amerika menghadapi Israel. Mau dibantah seperti apapun, tidak bisa ditolak, ekonomi amerika itu hampir 80% dikuasai oleh keturunan Jahudi. Salah satu faktor kontrol terpenting dalam kekuasaan itu adalah media. Dan hampir 90% Media Amerika itu dikuasai oleh Jahudi.
Dan "kontrol" kekuasaan itu dapat dilakukan dengan "sah". Presiden Amerika terpasung oleh "kontrol" yg diciptakan pemilik modal dan kapital itu. Kalau tak mau dibilang menjadi boneka.

Kontrol yg dilakukan media itu memang penting. Itu sebabnya pemerintahan otoriter, selalu memberangus media, agar kontrol itu hilang. Sehingga kekuasaan bisa dilanggengkan.
Namun dalam Demokrasi, cara Kontrol kekuasaan seperti itulah yg sekarang terbukti menjadi boomerang. Cacat kelahiran Demokrasi. Kontrol bukan lagi pada dewan Legislatif dan Judikatif, tapi berpindah pada pemilik modal dan kapital.

Dan itu sudah terbukti, dibanyak Negara yang mengaku Negara Demokrasi, termasuk Indonesia, pemimpin yang terpilih bukanlah pemimpin yang terbaik, tapi pemimpin yang mendapatkan "kontrol/mandaat" dari para pemilik modal. Pemimpin yang "dimanipulasi" oleh media. Pemimpin odong-odong penuh pencitraan......

******

Jadi Kekhalifahan atau Demokrasi? Terus terang gue skeptis antara keduanya. Kekhalifahan sekarang ini, buat gue masih merupakan mimpi samar-samar. Kalo bentuk Kekhalifahan yang diimpikan itu adalah seperti Kekhalifahan yang gue ceritakan diatas, mending enggak deh masbrok. Terimakasih banyak. Selamat malam. Buat gue, yang terpenting itu adalah menghasilkan Pemimpin yang terbaik bagi bangsa ini ke depan. Apapun bentuk pemerintahannya...

Kapankah Prodigy Indonesia belajar dari yang terbaik? Bukan belajar dari yang "dicitrakan" terbaik....???




No comments:

Post a Comment