whose side are you on

whose side are you on

Thursday, July 10, 2014

Books of Statistical Surveys, "HOW Are You Doing It?"



Methodology!
Itulah kata yang paling penting untuk mengetahui apakah sebuah survey statistik (statistical surveys) dapat diterima atau tidak. Statistik itu adalah segala sesuatu yg berkenaan dengan "teori kemungkinan", Theory of Probabilities. Sebagai ilmu yg mempelajari kemungkinan/probabilitas, ilmu ini sangat baik untuk dipakai sebagai dasar pendekatan untuk memperhitungkan Trend (kecenderungan) sesuatu. Trend/Kecenderungan pasar, kecenderungan pergerakan saham, preferensi pembeli, sikap sekelompok masyarakat, atau hasil pemilihan Presiden (Quick Count). Ini adalah contoh-contoh subjek yg dapat dijadikan penelitian survey statistik.

Buat para ahli Marketing, melakukan survey statistik adalah pekerjaan rutin. Para marketers itu harus tau bagaimana perubahan trends pada market (pasar). Perubahan preferensi pasar atas exsisting products, atau preferensi pasar menanggapi satu produk baru yg akan diluncurkan ke pasar.
Market survey itu harus rutin dilakukan oleh team marketing, agar tidak salah dalam menerapkan strategy marketing ke depan. Namun harus tetap diingat diotak dan dikepala kita, statistical surveys (survey statisyik) itu, HANYA ALAT/TOOLS untuk menentukan TREND. Menentukan "PROBALITAS/KEMUNGKINAN". BUKAN sesuatu yg pasti benar. Jadi JANGAN SOK MEMAKSAKAN KEHENDAK bahwa survey statistik yg dilakukan harus diikuti dan dipatuhi, sebagai suatu kepastian yg mutlak benar.

Ketika SONY akan meluncurkan produk "Walkman" pertama kali dekade 80-an, survey marketing yg mereka lakukan menunjukkan bahwa respons pasar terhadap produk baru itu sangat negativ. Namun dengan "business instink" yg dimilikinya, Akio Morita, CEO Sony kala itu, tetap meluncurkan produk itu, dan sejarah mencatat, Walkman adalah salah satu produk paling berhasil dipasaran pada era 80-an.

Begitu pula ketika Apple akan meluncurkan I-Pod pertama kali. Marketing survey yg mereka lakukan menghasilkan laporan negativ dari pasar. Siapa yg mau beli produk yg hanya merupakan gabungan multi media Quick-Time dengan Flash Disk? Hanya orang bodoh yg mau. Steve Jobs tetap ngotot meluncurkan IPod, dan sama seperti Walkman, IPod menjadi salah satu produk terlaris dalam sejarah. Jadi para konsultan survey statistik itu, mau marketing kek mau Quick Count kek, jangan sok merasa paling kredibel dan benar. Sekali lagi, statistik itu hanya mengukur Trend, Kemungkinan, Probabilitas. Tak lebih tak kurang. Bukan suatu kepastian!

Semua survey statistik, baik Marketing Survey maupun QC, harus dilaksanakan berdasarkan methodology survey yang ketat dan benar. Tidak bisa dilakukan seenaknya. Suka-suka hati. Sebab jika dilakukan asal saja, hasil surveynya bisa memberikan gambaran yg keliru dan jauh dari kenyataan. Jauh panggang dari api.

Quick Count (QC) dalam pemilihan Presiden kemaren, juga harus mengikuti methodology baku/standar yang benar, yang didukung oleh cara kerja Ilmu Statistik. Methodologynya harus mengikuti prosuder standar yg sama dengan survey statistik manapun, termasuk survey marketing yg gw jelaskan di atas.

Methodology (cara kerja) itu adalah methodology standar yg sudah dibakukan dalam ilmu statistik. Jika ingin tahu detailnya silahkan pelajari sendiri ya brok. Lagi males menjelaskan dengan detil. Gw jelaskan secara sederhana aja ya brok. Methodology standard dalam melakukan survey ini melingkupi sangaaaatt banyak komponen dan faktor. Beberapa yang sangat penting di antaranya adallah:

1. Asumsi dasar. Asumsi ini SANGAT PENTING. Karena asumsi ini akan menentukan semua faktor dan komponen survey berikutnya. Pengalaman seseorang/pakar terhadap hal-hal yg akan disurvey sangat menentukan keberhasilan survey. Bila hal yg disurvey adalah sesuatu yg baru, akan sangat sulit menentukan asumsi dasar ini. Visi dan Instink pasar seorang pakar akan sangat menentukan. Sama seperti kejadian SONY dan Apple yg gw ceritakan di atas.

2. Sample (Sampling). Ini bagian yg tak kalah pentingnya. Ada ilmu tersendiri untuk menentukan methodology yg benar cara pemilihan sample. Bagaimana memilih sample yg benar. Bagaimana menentukan besarnya sample. Sebaran sample. Dan lain sebagainya.
Penentuan sample ini akan menentukan tingkat keakuratan sebuah survey (margin of error). Contoh sederhana, semakin tinggi jumlah samplenya, kemungkinan akan semakin tinggi tingkat akurasinya, demikian pula sebaliknya, semakin sedikit sample, semakin besar tingkat kesalahannya. Namun ada batasan jumlah minimum sample yg dapat diterima. Bila jumlah sample kurang dari standar minimum, survey akan menjadi tidak valid hasilnya.
Karakteristik sample juga harus diperhatikan. Contoh sederhana, bila survey dimaksudkan untuk kalangan menengah atas, karakteristik sample juga harus mewakilinya. Tidak mungkin kan sebuah survey untuk mobil Ferrari, tapi memilih sample dari kalangan menengah bawah? Jeblok ntar surveynya brok. Masuk kategory abal-abal.

3. Cara Pendekatan Survey. Bagaimana survey dilakukan akan menentukan hasilnya. Apakah dengan Wawancara/tatap muka langsung, questionnaire, product testing, dll. Bagian ini juga punya ilmu sendiri dalam statistik.
Tidak bisa sembarangan melakukan pendekatannya. Cara membuat pertanyaan, bentuk pertanyaan, siapa yg akan ditanya, bagaimana menanyakannya, dll, semua ada methodologynya. Ada caranya.
Contoh sederhana, dalam memberikan pertanyaan, surveyor TIDAK BOLEH/TIDAK DIPERKENANKAN memberikan pertanyaan yang menjuruskan. Contohnya bandingkan kedua pertanyaan ini:

A. Blusukan adalah satu cara untuk mengetahui pandangan rakyat. Apakah Presiden yg sering berinteraksi dengan cara belusukan itu baik menurut anda? a. Baik b. Tidak Baik

B. Kualitas Presiden seperti apa yg menurut anda PALING penting buat Indonesia saat ini? Pilih hanya SATU.
a. Tegas b. Pintar c. Jujur b. Rajin blusukan e. Suka pencitraan f. Lainnya _______ (silahkan sebut)
Kamu bisa lihat bedanya kan? Jadi cara membuat pertanyaan, cara wawancara, dll pada sebuah survey, harus mengikuti standar yg benar.
Kalau pertanyaan yg dibuat seperti pertanyaan A. di atas, kelaauutt aja surveynya ya brookk...

Masih banyak lagi faktor lainnya yg SANGAT MENENTUKAN keberhasilan sebuah survey. Silahkan pelajari sendiri ilmunya ya brok. Kalo mau jadi pakar marketing harus jago statistik.

Kalo QC pilpres yg lagi diributin sekarang, sebenarnya sangat gampang ditentukan siapa yg abal-abal surveynya. Audit saja surveynya, cek aja methodologynya.

Untuk survey QC, dua komponen paling penting yg menentukan adalah, Asumsi Dasar dan Sample. QC tidak memerlukan wawancara atau questionnaire. Pendekatannya hanya melakukan pengumpulan data dari sampling (sample) yg sudah ditentukan terdahulu, kemudian mentabulasikan/mengolahnya. Jadi sangat gampang mengauditnya. Apakah surveynya tipu-tipu atau tidak.

Untuk asumsi dasar. Apa saja asumsi dasar mereka, dan apa alasan logis para surveyor menentukan asumsi-asumsi dasarnya. Hal itu akan penting untuk menentukan keberhasilan/kebenaran survey.

Untuk sample, jumlah sample serta sebarannya yg paling penting. Berapa besar samplenya, denger-denger 2000 TPS dari sekitar 550.000 TPS seluruh Indonesia. Mungkin jumlah sample itu bisa dianngap cukup, tapi yg lebih penting adalah bagaimana sebaran dari seluruh sample itu? Benarkah methodologynya. Gimana kalo sebarannya tidak sesuai standar?
Mentang-mentang Sumatra Barat itu kantongnya PAN, terus dipilih sample-nya 1000 TPS dari Sum-Bar. Terus kubu Jokowi memilih 1000 TPS di Jawa Tengah dan 500 TPS di Bali. Karena itu lumbung suara PDIP. Kalau begitu caranya, gantung diri aja tuh para surveyor ke Kebon Raya Bogor.

Jadi kalo mau DIMANIPULASI, sebuah survey statistik, akan GAMPANG BANGET masbrok, jadi para surveyor itu JANGAN SOK MERASA PALING KREDIBEL hasil surveynya. Bisa diketawain para ahli statistik tuh pernyataannya masbrok. Jadi jangan klaim paling bener!

Coba aja tuh diaudit methodologynya. Bakal ketahuan siapa yg abal-abal.

Juga cek aja siapa yg membiayai survey yg mereka lakukan. Survey untuk negara sebesar Indonesia, 2000 TPS, coba aja bayangin. Gak murah tu brok. Ngirim surveyor ke seluruh Indonesia!!! Itu juga kalau mau benar surveynya.
Dan ekkeh jadi bingung banget tu brok, darimana RRI dapat biaya untuk melakukan survey semahal itu.
Katanya RRI itu selalu mengeluh dana operasionalnya sangaattt terbatas. Tapi kok bisa melakukan survey semahal ini? Dan apa gunanya brok? RRI itu emang kurang kerjaan ya brok? Bikin-bikin survey pilpres? Gada yg lebih penting yg perlu dilakukan untuk membenarkan kinerjanya RRI?

Tapi untuk melihat mana yg abal-abal surveynya mana yg tidak, gampang kok brok. Mari kita lihat hasil tabulasi Nasional Real Count (RC) hitung manual yg dilakukan KPU, tanggal 22 Juli.
Tanggal 22 Juli akan ketahuan mana yg abal-abal, mana yg bener. Dan setelah tanggal 22 July akan segera ketahuan mana yg akan rontok selamanya dari medan Surveyor statistik. Sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak kan percaya. Itu kata pepatah. Yakin deh setelah 22 July, surveyor yg ketahuan abal-abal tak akan pernah dipake orang lagi. Tak akan pernah dipercaya lagi.


Catatan Kaki: Daripada ngeributin QC ini mulu (ga penting banget ya brok, cuma nunggu tanggal 22 Juli aja!!) lebih baik kita ngobrolin kekejaman kemanusiaan Israel di Gaza/Palestina. Iya ngga?. Soalnya kayaknya ada yg pura-pura lupa tuh brok, waktu debat CapRes, koar-koar soal Palestina. Sekarang suaranya kagak kedengaran tuh brroookk...!!!





No comments:

Post a Comment