whose side are you on

whose side are you on

Saturday, March 24, 2012

Books of Indonesian Energy == It's absolutely wrong in the first place.

Pemerintahan SBY berencana menaikkan harga BBM. Basi!!!
Masyarakat dan partai politik oposisi pada ribut. Basi!!!
Semua itu berita basi. Dari sejak jaman kapan emang kenaikan BBM tidak menuai kontroversi? Dari sejak jaman kapan coba partai oposisi tidak menjadikan issue kenaikan BBM sebagai alat pemicu eskalasi suhu politik? Semua berita itu basi.

Gue tidak ingin membela pemerintahan SBY. Pemerintahan SBY sudah jelas tak lebih baik dari pemerintahan Megawati maupun Gusdur. Kalau tak mau dibilang malah lebih hancur. Tak ada perubahan yang bisa dibilang fundamental dimasa delapan tahun pemerintahan SBY. Indonesia masih begitu-begitu saja. masih jalan di tempat.
Namun begitu, kenaikan harga BBM bukanlah pertanda kegagalan SBY. Dan sangatlah bodoh menjadikan issue kenaikan harga BBM ini sebagai alat untuk memojokkon pemerintahan.

Pakailah akal sehat. Terutama mahasiswa yang sedang demo itu. Pakai akal sehat.
Strategy dan kebijaksanaan energi dalam negeri Indonesia, memang sudah salah kaprah dari semenjak Pertamina didirikan dulu. Strategy BBM murah yang dicanangkan Suharto dulu, dalam sejarahnya sudah membuktikan tidak bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Rakyat tetap miskin. Sementara Pertamina dibonzai sedemikian rupa, menjadi perusahaan dinosaurus kelas kandang. Perusahaan gajah yang bodoh. Yang tak bisa berkembang menjadi perusahaan sekelas BP atau Exxon-Mobile. Tak usah jauh-jauh deh, Pertamina itu bahkan tak bisa menyamai kelas Petronas. Tak usah bandingkan ke luar negeri deh, kedalam negeri saja, Pertamina itu cuma perusahaan bobrok besar, penalang hutang negara, yang bahkan tidak bisa mengimbangi kemajuan BRI atau BCA.

Dari sejak awal Pertamina di bentuk, strategy Energi dalam negeri Indonesia memang sudah salah. Salah besar!!
Lu semua yang merasa pintar-pintar itu, emang selama puluhan tahun BBM murah, lu pikir kemana aja BBM itu lari? Kemana aja?
Rakyat Indonesia cuma untung sedikit dari harga murah BBM itu, tapi sebenarnya siapa yang lebih diuntungkan?
Sebagian besar BBM murah itu lari ke luar negeri. Ke Singapore, Thailand, Malaysia dan Australia. Tapi jumlah terbanyak memang ke Singapore.
Singapore lah yang menikmati BBM murah Indonesia. Dan lu pikir siapa yang disejahterakan dengan BBM murah itu? Apa lu pikir Rakyat?
Sudah jelas para penyelundup BBM itu. Hanya segelintir orang yang jadi kaya-raya dengan kebijaksanaan BBM murah.
Dan mana coba partai politik yang berani membongkar sindikat penyelundupan BBM itu? Coba partai politik mana yang berani?

Beberapa tahun lalu, sindikat itu hampir terbongkar, dengan terbukanya jaringan pipa BBM bawah laut di Balikpapan, yang sudah jelas-jelas digunakan untuk menyelundupkan BBM ke kapal-kapal asing. Tapi coba apa hasil penyelidikannya?
Hanya pegawai Pertamnina sekelas kepala bagian, dan beberapa pegawai cecoro yang mendapat sanksi. Selebihnya semua tinggal misteri. Kalau di luar negeri, aib semacam itu sudah bisa menggoncangkan pemerintahan. Tapi disini? Partai politik yang pintar-pintar itu hanya bisa berkaok-kaok kalau harga BBM naik.

Berbicaralah dalam konteks strategy dan kebijaksanaan energi jangka panjang. Bukan hanya strategy BBM jangka pendek. Yang dipakai untuk membuat rakyat semakin sakit hati.
Siapa pun kelak pemimpin Indonesia, pasti akan menghadapi beban "warisan" kesalahan kebijakan energi dalam negeri itu. Yang memang sudah salah dari awalnya.
Kita harus menerima kenyataan, Indonesia sekarang bukan lagi negara pengekspor minyak. Produksi BBM dalam negeri Indonesia sudah tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Sudah sejak lama indonesia menjadi negara pengimpor BBM. Indonesia sudah tidak termasuk sebagai negara OPEC.
Karena itulah, dulu ketika harga minyak dipasaran dunia melambung gila-gilaan, Indonesia justru merugi, harus menombok milyaran dollar untuk menalangi subsidi BBM yang diimpor. Negara-negara penghasil Minyak semacam Arab Saudi dan Brunei, justru mendapat keuntungan berlipat-lipat dari kenaikan harga itu, namun ironisnya, indonesia yg juga penghasil minyak, malah harus bingung untuk menalangi APBN negara yang jeblok kebanyakan subsidi.

Rakyat harus disadarkan, jangan lagi dibuai mimpi indah harga BBM murah. Rakyat harus mulai dapat menerima kenyataan, cepat atau lambat, harga BBM Indonesia mau tidak mau pasti akan sama dengan harga BBM dipasar dunia. Hanya dengan cara itu kebocoran subsidi yang dinikmati habis-habisan oleh sindikat penyelundup BBM itu dapat dihentikan. Sudah lebih 50 tahun Pertamina didirikan. Dan sudah lebih 50 tahun strategy Energi dalam negeri Indonesia dijalankan. Rakyat tetap miskin. Hanya segelintir orang-orang serakah yang menjadi kaya-raya. Apakah Indonesia tidak bisa belajar selama 50 tahun??? Apa lagi yang baik dari strategy busuk seperti itu yang harus dipertahankan???
Cepat atau lambat, Indonesia harus menerima kenyataan, harga BBM Indonesia akan ditentukan oleh pasar.
Sudah saatnya Indonesia memiliki seorang pemimpin cerdas dan mumpuni, yang bisa membuat kebijaksanaan dan strategy energi dalam negeri yang baru.
Yang bisa menjadikan Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia.
Sudah saatnya, partai-partai politik kemaruk kekuasaan itu berhenti berkaok-kaok mengenai strategy jangka pendek turun naik harga BBM. Berbicaralah hal yang prinsipil. Yang fundamental. Jangan menjadi sama bodohnya seperti pemerintahan SBY sekarang yang tak melakukan apa-apa mengenai strategy jangka panjang energi Indonesia kedapan. Malah sibuk mengurusi korupsi ditubuh partai Demokrat.

Gue ingat seorang mantan dosen gue dulu, sewaktu gue masih kuliah. Orangnya memang agak eksentrik, namun sangat pintar dan cerdas. Banyak sekali kebijaksanaan ekonomi Suharto yang tidak disetujuinya. Orangnya memang agak idealis. Dia dulu sempat menjadi salah seorang direktur PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), ketika itu masih bernama PJKA (Perusahaan Jawatan Kreta Api). Salah satu kebijaksanaan ekonomi yang tak disetujuinya adalah stratgi energi dalam negeri Indonesia itu.
Dulu ketika dia curhat mengenai hal itu, menyampaikan uneg-unegnya kepada kita-kita, dan menguraikannya dalam angka-angka yang enjelimet, terus terang gue masih agak-agak bingung, apalagi gue baru belajar ekonomi setelah gue mengambil gelar Master gue. Jadi gue terus terang gak mudeng dengan penjelasannya.
Tapi sekarang gue mengerti dengan jelas. Sebagai seorang pengusaha sekarang gue mengerti semua yang dia jelaskan dulu.
Strategy energi dalam negeri Indonesia memang sudah salah kaprah dari awalnya. Diperparah lagi dengan system pengawasan dan kontrol Indonesia yang mandeg tak jalan, hancurlah kebijaksanaan itu. Hancurlah Pertamina menjadi perusahaan macan raksasa banci dan ompong.

Dosen gue itu juga memprotes habis-habisan strategy transportasi Indonesia, yang menurut dia tidak pernah berpihak pada rakyat kecil. Ketika Habibie membangun IPTN, dia jelas-jelas tak setuju dengan Habibie. Dan jelas-jelas menentang kebijaksanaan itu. Menurut dia lebih baik uang yang sebesar itu dipakai untuk membesarkan PT PAL dan PT Kreta Api. Indonesia itu negara bahari, sudah selayaknya memiliki pabrik kapal laut, bukan pabrik pesawat terbang. Dan Kreta api itu angkutan murah, yang bisa dijadikan sebagai angkutan publik sekaligus angkutan komoditas/dagang.
Dia bermimpi PT Kreta Api Indonesia, bisa menyamai Nippon Railway atau Australian Railway, yang bisa menjadi perusahaan-perusahaan kelas dunia, dan bisa menerlurkan teknologi-teknologi baru dibidang angkutan publik, semacam shinkansen (Kreta apai super cepat) itu.
Dan dia menjadi frustrasi, betapa pemerintahan sangat memandang sebelah mata angkutan publik yang murah, emriah, dan aman ini. Dan jadilah PT KAI, sama seperti Pertamina, menjadi perusahaan-perusahaan macan ompong. Besar di kertas, tapi nol besar dalam faktanya.

Sama seperti pencabar-pencabar Suharto jaman itu, mantan dosen gue ini pun, "dengan terpaksa" dan dengan segala hormat harus menerima kenyataan dibuang jauh-jauh dari Indonesia. jaman Suharto berkuasa, orang-orang pintar hanya boleh dimiliki oleh Golkar. Orang pintar lain yang bukan di Golkar, harus belagak bodoh aja. jadilah dosen gue yang cerdas dan idealis ini juga mental entah kemana.

Indonesia memang harus berubah. Tidak bisa lagi mengandalkan strategy tambal sulam seperti ini. Harus memiliki pemimpin yang punya visi jauh kedepan. Yang bisa membuat rencana strategy kedepan, untuk kebijaksanaan yang menyangkut kepentingan publik. Dua diantaranya adalah kebijaksanaan energi dan kebijaksanaan angkutan publik itu. Dan dibutuhkan keberanian dan ketetapan hati untuk itu.
Berhentilah berkutat di strategy jangka pendek, yang hanya mengutak-atik kebijakan harga, dan tak pernah menyentuh langsung ke hal yang paling substansial, masalah kebijakan energi indonesia jangka panjang. Yang seharusnya dapat mensejahterakan rakyat Indonesia.
Tak ada gunanya lu jadi Presiden, kalau keadaan menjadi sulit, bisanya cuma menaikkan harga BBM. Itu namanya lu sama saja seperti pedagang electronik di Glodok. Dollar naik, ya naikkan aja harga biar gak rugi. Iya kan?
Kalau cuma strategy macam gituan, angkat aja tuh Koh Aseng, jadi Presiden. Koh Aseng langganan gue beli alat-alat electronic di Glodok. Kalo perlu apa-apa tinggal telpon.

Kalo gw disuruh juga harus menjelaskan strategy bagaimana sebaiknya yang dipakai, weleh...ta uzza yaaa... gue buka menteri energi dan gue bukan presiden. Tugas lu dong itu untuk membenarkannya. jadikan semua energi hasil bumi Indonesia, hanya diperuntukkan bagi sepenuh-penuhnya kesejahteraan rakyat. Seperti amanah UUD negara ini. Kalau lu sebagai menteri dan sebagai Presiden tetap melihat strategy Energi Indoensia masih perlu dipertahankan seperti sekarang, ya monggo.... kan biar Indonesia tetap bisa diatur negara-negara besar semacam Amerika. Iya kan prend? Biar Pertamina tetap jadi macan ompong tempat orang-orang korup berkumpul.

Rakyat marah karena mereka merasa cuma jadi korban. Segala macam koruptor dan pencuri uang negara, bebas berkeliaran hidup foya-foya, tapi tiap kali APBN pemerintah terjepit, pasti ujung-ujungnya rakyat miskin yang disuruh menanggung. Sementara kebocoran subsidi BBM yang entah kemana, dan koruptor-koruptor kakap yang menggrogoti ekonomi dan bikin harga-harga jadi mahal, tak pernah diapa-apain. Coba kalau mereka merasa pemerintahan memang berusaha membela nasib mereka. Pemerintahan selalu bersikap adil terhadap para pencuri dan koruptor, semacam pencuri subsidi dan penyelundup BBM itu dihukum semua, pasti mereka tidak akan protes. Karena mereka sadar memang pemerintah sudah melakukan segala daya membersihkan kebocoran subsidi.
Lha ini? Tidak jelas hitungannya dan kenapa-kenapanya, maen sikat naikkan harga saja. Gimana orang tidak marah?

Kalo begitu, mending Koh Aseng aja jadi Presiden, terbukti dengan strategy berjualan sederhana begitu, usahanya bisa maju. Iya gak prend?

1 comment: