whose side are you on

whose side are you on

Tuesday, April 9, 2013

Again, Books of Kopassus & Cebongan = When Some Cowards Selling The Nation, Ketika Segelintir Pengecut Menjual Negara.

Di dekat rumah gue ada satu kompleks ruko. Gue sering ke situ klo mau ke ATM, ato klo mau jajan baso.
Di dekat bank tempat biasa gue ke ATM, ada seorang loper koran/majallah. Jadi gue biasa mampir ke situ beli majallah wanita ato tabloid. Jadi langganan. Lama-lama gue jadi kenal pedagang koran/majallah itu. Inisial namanya "E".
E ini seorang muallaf, cina keturunan. Istrinya seorang Palembang.

Kompleks ruko itu memang termasuk kompleks elite. Tak banyak yg buka "lapak kaki lima-an" di situ. Dari si E ini gue tau kalau dia bisa buka lapak, harus bayar "jatah preman" yang lumayan gede. Dan "jatah satpam" buat penjaga kompleks ruko itu dan satpam bank tempat dia "agak nompang" lapak. Jadi pengeluarannya untuk "jatah preman dan satpam" lumayan gde, justru lebih gede dari biaya sewa yang harus dia bayarkan ke pengelola ruko bersangkutan. Tapi dia tidak mau memberi tahukan segeda apa biaya premannya. Apalagi posisi lapaknya "cukup strategis", jejeran ruko paling depan. Jadi jatah premannya lebih tinggi lagi, biar dia bisa dapat posisi itu.

Beberapa waktu kemudian, tiap kali ke situ, gue ga pernah lagi liat dia. Tempatnya sudah digantikan orang lain, lapak voucher pulsa dan DVD bajakan. Sampe beberapa bulan. Penasaran, gue tanya ke satpam bank tempat gue ke ATM biasanya. Satpam itu bilang, kalo si E sudah pindah ke bagian belakang kompleks ruko. Gue tanya kenapa, si satpam ga tau. Ato pura-pura ga tau. Karena pengen beli majallah, gue cari deh ke belakang kompleks rukonya. Gue emang hampir tidak pernah nyusur-nyusur masuk ke dalam-dalam kompleks ruko itu. Kalo ke situ ya ke ATM, ke tempat baso, ya udah pulang. Ga pernah pengen liat-liat ke dalam. Karena isinya banyakan kantor.

Akhirnya gue ktemu lapak koran si E. Dia kuruuss bangeett... Gue sampe kaget liatnya.
Terus gue tanya kenapa pindah? Dia jawab gak sanggup bayar jatah preman. Kenapa? Istrinya sedang sakit, sudah 3 bulan. Dan harus bolak balik ke rumah sakit. Sekarang sudah hampir 2 minggu di rumah sakit, katanya. Hamil di luar kandungan, dan sering pendarahan.
Dia sudah tak tahu mau kemana lagi cari biaya berobat. Berjuta-juta, yang untuk ukuran dia yang cuma penjual koran, teramat sangat memberatkan. Belum lagimemikirkan biaya operasi saat melahirkan, yang akan sangat gede. Dan semenjak pindah ke bagian belakang ruko, pendapatannya turun drastis, karena pembelinya jaauuhh berkurang.
Tapi dia tidak bisa ngapa-ngapain, karena kepala preman di situ tak mau mengerti. Ga sanggup bayar, lu harus pindah, urusan istri lu sakit bukan urusan kita. Lebih galak dari pengelola ruko.

Ada berapa banyak orang seperti E ini di Indonesia??

Kalau lu seorang pengusaha, lu pasti tau ada dana yg disiapkan untuk "jatah preman" ini. Terutama untuk kantor-kantor cabang dimana premanisme sudah mendarah daging. Palembang, Medan, dan Surabaya contohnya. Tanya deh sama semua pengusaha. Tanpa dana seperti itu, jangan harap kepala cabang usaha lu di daerah bisa tidur tenang.

Tanya deh sama Presdir Pupuk Sriwijaya, berapa alokasi anggarannya untuk Jatah preman. Tanya sama Presdir Krakatau Steel. Tanya sama Pertamina Plaju, brapa banyak proyek yang harus mereka "pasrahkan" untuk bagian jatah preman... coba tanya...

Dan dimana KOMNAS HAM bserta antek-anteknya untuk melindungi rakyat dan usaha Indonesia dari premanisme, ketika ini semua terjadi?
Wooyyy... dimana lu KOMNAS HAM???? Mana tu antek-antek lu segala macam KONTRAS dan ELSAM? Dimana looo???

Ini pernyataan si Indri D Saptiningrum, Direktur Eksekutif ELSAM: ""Itu merupakan kejahatan yang tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Tahanan itu punya hak dilindungi oleh hukum dan hak asasi, dia berhak mendapat proses hukum yang fair dan adil. Itu dijamin di konstitusi."

Terus loper koran langganan gue dan jutaan orang-orang seperti dia yang "diperas habis" oleh preman tidak punya hak konstitusi?
Jutaan pengusaha yg diperas oleh preman, juga ga punya hak untuk mendapatkan keadilan?
Anggota kesatuan TNI dan POLRI yang dibunuhi preman itu juga tak berhak mendapat keadilan?
Tutup congor bau lo itu bu Indri!!! Jijik gue mendengar standard ganda lo itu.

Dan ini komentar Siti Noor Laela, Ketua Umum KOMNAS HAM, mengenai kasus Cebongan, "Kalau perbuatan seperti itu mendapat pujian, negara sudah kacau balau. Sudah tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah, sesuai UU."
Lantas menurut loohh ibu Nurlela, yang pantas dipuji itu preman-preman itu? Ato jagoan lo yg bayarin fulus buat lo ngebacot itu?

Giliran ribuan orang dibunuhi preman, lo asik ngitungin fulus dari negara pendonor. Ngitungin Dollar buat kantong lo, hasil suap buat congor lo yg bau itu.
Giliran tentara, polisi, kopassus dibunuhi dikeroyok preman, lo dengan enteng bilang itu tugas mereka... bukan urusan HAM.
Typical banget elo itu, sama persis dengan mbah buyut lo sono yang ngocorin dollar ke kantong lo buat ngerecokin Indonesia.
Sama punya standard ganda.
Giliran dia semena-mena menyerang negara lain, membunuhi jutaan manusia bangsa lain, enak aja bilang bukan pelanggaran HAM. Bukan teroris. Tapi preventive strike. Pertahanan diri.
Tapi satu aja warga negaranya dibunuh, ribut bandang sampe ke langit. Pelanggaran berat HAM. Teroris.
Sammmaaaa persis elo itu seperti negara pendonor lo itu... STANDARD GANDA!!!

Apalagi masalah ngerecokin TNI. Dari dulu deh elo itu paling juara. Jijik banget gue ngeliat standard ganda elo itu... Setali tiga uang dengan pendonor terbesar lo itu...
Buat KOMNAS HAM, segala macem KONTRAS, ELSAM dan antek-antek lo... Mendingan lo tutup congor lu itu deh.
Bauk banget napas lo... sumpah!!!! Bau busuk penjual negeri.... Jijik gue...!!!

LONG LIVE KOPASSUSSS!!!!! HIDUP INDONESIA!!!! MAJU TERUSS TNI!!!!

No comments:

Post a Comment