whose side are you on

whose side are you on

Saturday, January 5, 2013

Books of Liberalism : Syncretism, Eclectisism, and Universalism... WHY ISLAM???

Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia KECUALI UNTUK BERIBADAH KEPADAKU (Alquran Suci, 51-Adz Dzariyat:56)



Sewaktu gua masih kuliah duluuuu bangettt, di salah satu PT Negeri ternama di Bandung, gua dan teman-teman gua menyebutnya jaman era "kegelapan", jaman pencarian jati diri dan "kebenaran" (the true virtue of mankind), gua dan teman-teman dekat gua sangat-sangat mengagumi Almarhum Om Nurcholis Majid (NM) dan mas Goenawan Moehammad (GM). Gua ingat jaman-jaman itu, teman-teman gua di Jakarta akan ngasih tau gua bila ada acara "penting" yg diisi om NM atau mas GM. Dan gua akan bela-belain balik ke Jakarta biar bisa ikut "acara penting" itu. Mendengarkan "ceramah" mereka.
Terus terang bokap-nyokap gua kenal kedua tokoh tersebut. Mereka juga kenal gua. Namun kala itu hubungan cuma sebatas karena "gua anak si anu". Semua teman-teman gua pun begitu. Tidak terlalu akrab, karena mungkin beda generasi, dan sikap mereka yang menurut gua memang "sengaja menjaga jarak" kepada gerombolan "anak-anak si anu dan si anu". Jadi kalau pun ketemuan di acara-acara tertentu, paling cuma sekedar saling sapa dan tanya kabar. Tidak lebih. beda kalau ketemu sama bokap-nyokap gua, yang bisa ngobrol banyak dan ketawa-ketiwi. Tapi hal itu tidak mengurangi "kekaguman" gua kepada dua tokoh tersebut.

Buku-buku dan kolom-kolom mereka selalu menjadi santapan wajib gua dan teman-teman gua. Dan terus terang, banyak sekali bernas-bernas yang mereka sampaikan pernah membawa pengaruh pada pemikiran gua yang masih labil dalam pencarian dan pencerahan mengenai "kebenaran" (the true virtue).

Namun seiring perjalanan waktu, pertambahan usia, pertambahan ilmu, perambahan gua ke manca negara, baik dalam rangka melanjutkan kuliah, maupun hanya sekedar jalan-jalan, semakin gua menyadari banyak bernas-bernas yang dulu gua anggap baik itu, ternyata cuma sekedar pepesan kosong yang dibungkus dalam bahasa intelektual "tingkat tinggi", yang saat gua masih remaja, mampu "menyihir" gua sedemikian rupa.
Namun setelah mengalami sendiri apa-apa yang mereka ceritakan dalam bernas-bernas "ilmiah" itu, baru gua menyadari betapa bodohnya gua dulu.

Kalau dipahami sambil lalu, memang bernas-bernas yang mereka sampaikan, terasa sangat universal, sangat menyentuh hati dan pikiran ilmiah orang-orang yang memang selalu mengedepankan logika dalam mencari the true virtue itu. Namun bila diselisik lebih dalam lagi, dalam hal ini sebagai penganut agama Islam, gua sekarang malah melihat bernas-bernas itu banyak yang "menyesatkan".

Kenapa Islam? Karena saat ini, pencarian gua dan teman-teman gua akan kebenaran yang hakiki, memang sudah mencapai tahap akhir. Sudah Final. Gua dan teman-teman gua sudah sangat diyakinkan, bahwa Islam itulah kebenaran yang paling hakiki. Sementara bernas-bernas yang Om NM dan mas GM sampaikan itu, banyak sekali meliputi pembahasan Islam itu sendiri. Mereka menamakannya Islam Liberal. Dan perlahan tapi pasti, kekaguman gua kepada kedua tokoh tersebut berangsur sirna. Walau gua masih menaruh sedkit hormat akan pikiran-pikiran mereka dulu.

Jaman "kegelapan" dulu, saat gua masih remaja bau kencur, "Kebebasan" adalah segala-galanya. Gua sangat percaya dan kagum akan Liberalisme.
Indonesia harus ikut paham itu. "Kebebasan Individu" harus diutamakan dari apapun, karena "kebebasan" itu adalah hak setiap orang. Liberalisme adalah kuda tunggangan paling hebat untuk "kebebasan individu" itu. Seperti di negara-negara Barat yang menjadi panutan gua kala itu, yang gua kagumi habis-habisan, karena bisa sedemikian majunya. Amerika terutama, yang menjadi negara kampium Liberalisme.

Sebenarnya apa sih kebenaran hakiki (the absolute true) dari "kebebasan individu" itu? Kebebasan yang sangat diagung-agungkan oleh Liberalisme itu? Kebebasan untuk berekspressi, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kebebasan untuk hidup, dan segala jenis kebebasan-kebebasan lainnya.
Apa sih definisi kebebasan itu? Dan seorang dosen gua di USA dulu memberikan "pencerahan" yang mengejutkan gua sendiri, karena dosen bule ini sangat percaya akan Liberalisme, namun dia berkata, "bebas" itu tak bisa didefinisikan. Karena begitu kita "definisikan, postulatkan, dalilkan" artinya kita sudah memberikan "batasan" pada kata "bebas" itu. Artinya, sesuatu yang sudah diberikan "batasan" sudah "tak bebas" lagi. Sudah terpenjara oleh "definisi, postulat, dalil" yang kita berikan. Jadi maksudnya? Maksudnya "kebebasan mutlak" itu cuma omong kosong, cuma pepesan kosong. Jadi kalau lu sebagai manusia ingin mencari "kebebasan mutlak" di dunia yg sempit ini, bermimpilah bakal menemukannya. "Pencerahan" si Professor bule itu, hanya berhenti sampai di situ. Tentu karena dia tak percaya agama. Namun karena gua percaya agama, gua penuhkan kesimpulannya. "Kebebasan Mutlak" itu, hanya milik TUHAN semata.

Dari sejak saat itu, bernas-bernas "Islam Liberal" yang nyangkut dikepala gua, mulai embrodoti satu persatu. Tidak memerlukan waktu lama bagi gua, untuk sampai pada kesimpulan "Islam Liberal" itu cuma omong kosong. "Pembodohan" yang membungkus "Islam" dalam kata-kata penuh tipu daya. Islam yang dipolitisir sedemikian rupa, untuk menampilkan "Liberalisme" dalam wujud bidadari. Tapi kenapa mesti Islam Mas Gun? Cak Nur? Kenapa mesti Islam????

Seorang sahabat gua, seorang pengusaha sukses dan eksekutif puncak di beberapa perusahaan, untuk beberapa lama, pernah menjadi Dosen Tamu di salah satu UIN di Indonesia. Saat acara kumpul-kumpul, dia bercerita, di salah satu acara di kampus UIN itu, seorang mahasiswa muda dengan lantang berorasi,... Islam bukanlah satu-satunya sumber kebenaran. Kebenaran itu bisa kita peroleh dari mana saja...." Sinkretisme? Atau Eklektisisme? Gak taulah haayy....
Cuma yang menjadi pertanyaan gua, kalo lu percaya Islam itu bukan "sumber kebenaran paling hakiki" bagi elu, ngapain elu bawa-bawa kata "Islam" dalam philosophy kebenaran lu itu? Aneh tidak haayy..??

Bukannya sebaiknya "philosophy kebenaran" lu itu, lu buat aja judulnya "Kebenaran Liberalisme". "Syncretism Liberalism" atau "Eklektisisme Liberal".
Aneh tidak hay? Elu sendiri tidak percaya Islam sebagai sumber "Kebenaran Mutlak", tapi lu tetap ngotot bawa-bawa kata "Islam" dalam philosophy pencerahan lu itu... Kontradiktif tidak hayy...??? Belajar dulu yang banyak ya dik mahasiswa, jalan dulu keliling dunia, jadi pengusaha sukses dulu, naik Ferrari, Mercy atau Jaguar dulu, baru deh lu ngomong soal Syncretism, Eclectism, dan Liberalism.
Jangan masih jadi orang bodoh dan kere, sudah meracau kemana-mana. I've been there too. Gua juga pernah jadi dirimu. Percaya kata-kata gua, lihat beberapa tahun ke depan, ketika pengalaman dan pencerahan lu makin mantap. Lu akan malu membayangkan kembali kebodohan lu itu.

Kenapa mesti Islam bapak-bapak yang pintar-pintar?
Gua sengaja petikkan Ayat 56 dari Surah Adz Dzariyat di atas. Dengan satu ayat itu saja, sebenarnya kata-kata "Islam Liberal" itu sudah rontok sampai ke bernasnya yang paling dasar. Yaitu kebebasan individu itu.
Liberalisme dan Islam itu tak akan bisa campur. Bagaikan air dan minyak. Jadi kata-kata "Islam Liberal" itu adalah kata-kata penuh pembodohan yang membungkus "liberalisme" dalam "Kebesaran" Islam. Dan menjadikan kata-kata liberalisme itu terlihat seperti "Miss Universe" yang cantik molek.

Dalam Islam, dan kalau lu mengaku Islam, sama seperti "pencerahan" yang diberikan oleh dosen bule liberal gua di atas, mau tidak mau, suka tidak suka, lu harus percaya bahwa "KEBEBASAN MUTLAK" itu hanya milik Allah semata. Dan "kebebasan individu" yang lu miliki, hanya "sebatas" yang DIIZINKAN dan DIRIDHAI oleh ALLAH. Sebab Allah tidak menciptakan lu untuk "bebas berbuat sekehendak hati asalkan tidak merugikan orang lain", tapi Allah menciptakan lu UNTUK BERIBADAH KEPADANYA. BERIBADAH. Asal katanya ABDUHU. ABDI. HAMBA. Jadi lu itu hanya HAMBA bagi Allah. HAMBA, itu tak punya hak apa-apa dihadapan Tuannya. CATAT: LU ITU CUMA HAMBA YANG TAK PUNYA APA-APA DI HADAPAN ALLAH. Kalau Allah mau, DIA tarik kebebasan lu yang lu agung-agungkan itu, dan lu cuma tinggal seorang monyet pake baju. ITU KALAU LU MENGAKU ISLAM!!!! LU HARUS PERCAYA ITU. Surat Adz Zuriat itu landasannya.
Lain hal kalau lu mengaku bukan Islam, lain lagi ceritanya. Jadi, kenapa lu masih ngotot mencantumkan kata-kata Islam itu pada philosophy kebenaran lu, jika lu masih merasa punya hak kebebasan di hadapan Allah?? Bukankah sebaiknya lu hilangkan kata-kata Islam itu? Pakai saja Agama Liberalis baru kek, Nona Ratna Liberal kek, Katak Liberal kek. Jangan Islam Liberal. Lha wong lu percaya lu punya hak selain yg diberikan Allah.

Liberalisme itu plhilosopy yang SANGAT MENGAGUNGKAN KEBEBASAN INDIVIDU. Kasarnya, selama tidak merugikan orang lain, lu bebas melakukan apa saja.
Sementara Islam? Hell naaaahh... Lu itu tak punya hak apapun dihadapan Allah. Lu itu cuma hamba cacing keremi, pasir comberan, kotoran sepatu  dihadapan SANG MAHA RAJA DIRAJA. Lu cuma bisa mengerjakan apa yang diperintahkan MAHA RAJA DIRAJA lu itu. Jadi bagaimana bisa Liberalisme itu bersatu dengan Islam?? Pembodohan yang sangat brilliant. Pembodohan yang sangat cerdas. Namun sangat mengerikan, apalagi bagi kalangan remaja yang lagi mencari jati diri seperti gua dulu. Sampai kapanpun Islam dan Liberalisme itu tidak akan nyambung. Pakai otak adik-adik mahasiswa. PAKAI OTAK!!!

Kenapa mesti Islam Mas Gun? Cak Nur? Kenapa mesti Islam yang dibuat jadi bahan politik?

Apakah karena negara-negara berpenduduk Islam itu masih bodoh-bodoh dan ketinggalan kereta teknologi, sehingga kita perlu mencontoh negara-negara maju itu, dan membungkus Islam dalam "bidadari" Liberalisme? Mengorbankan Islam itu sendiri demi Liberalisme? Liberalisme yang omong kosong itu?

Gua ikutan di sebuah forum tentang pencarian kebenaran. Disatu thread, seorang muslim dari Malaysia mengomentari tulisan yang dibuat oleh seorang non Muslim. Trus seorang non muslim lain menjawab dengan sangat kasar, lu Malaysia jangan ikut-ikutan, urusi aja kampung lu, lu bisa maju juga karena Inggris, dan Ingris itu bukan negara Islam. Katanya.

Yang menjadi pertanyaan gua, apa Inggris bisa menjadi seperti sekarang ini kalau tidak menjajah India, Malaysia, dan negara-negara persemakmuran lainnya beratus tahun?
Apa Belanda bisa menjadi seperti sekarang ini kalau tidak menjajah Indonesia ratusan tahun?
Apa Portugis bisa menjadi sekarang ini kalau tidak menjajah Brazil dan negara-negara lainnya selama ratusan tahun?
Penjajahan yang direstui oleh gereja?
Penjajahan yang menjadikan bangsa Indonesia begitu minder hingga sedemikian terpukau akan segala yang berasal dari "bangsa bekas penjajah" itu sehingga mengorbankan agama dan budaya sendiri?


Islam itu dari sejak jaman penjajahan Belanda, sudah terkenal sebagai inlander pemberontak. Golongan paling pemberontak kaum terjajah.
Dan sebagai bangsa Indonesia, setidak toleran apapun kelihatannya, sesakit apapun untuk dibicarakan dan didiskusikan, sepedih apapun dan sepahit apapun untuk dibahas, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, budayanya pun menjadi sangat terkait erat dengan budaya Islam. Lihat budaya Aceh, Melayu, Padang, Palembang, Sunda, bahkan Jawa. Sangat-sangat berbau Islam.
Dan terus terang, karena Penjajah Belanda lah yang membawa agama Kristen ke Indonesia, maka ulah beberapa oknum dan segelintir orang Kristen jugalah yang berusaha menjauhkan budaya-budaya asli Indonesia yang berbau-bau Islam itu dari bumi Indonesia. Karena "sentimen keagamaan" lebih penting dari budaya bangsa yang berbau Islam itu. Lantas siapa yang intolerant? Kenapa tetap Islam yang dipojokkan?

Musik melayu yang dikatakan kampungan oleh Om Remisilado, dari majalah Aktuil era 70-an. Itu bagian dari pengrusakan "perang agama" secara diam-diam itu.
Sampai sekarang musik melayu yang hampir meliputi budaya dari Aceh hingga Palembang, hanya diterima sebagai musik kampung kelas kambing. Dan budaya Barat itu lah yang terhebat. Siapa dalang penghancuran budaya berbau "islam" itu dari Indonesia? Siapa yang intolerant? Kenapa Islam terus yang dipojokkan??

Dan ketika budaya-budaya kampungan itu diclaim oleh saudara sekandung kita Malaysia, siapa juga dalang "yang menggosok-gosok" agar Islam Indonesia berperang dengan Islam Malaysia? Siapa bapak-bapak yang mengaku Islam Liberal? Siapa yang intolerant? Kenapa mesti Islam yang tetap dipojokkan?
Hanya gara-gara Islam harus disingkirkan... Dan Media Massa adalah alat paling effektif untuk itu.
Dan coba lihat siapa penguasa media terbesar di Indonesia...Coba lihat siapa partner dibelakang mas Harry Tanusudibyo dengan MNC groupnya.
Dan Islam tetap yang disalahkan. Seberapa parah pun perusakan kebudayaan negeri yang "berbau-bau" Islam itu. Yang dikatakan norak dan kampungan itu. Islam tetap yang dipojokkan.

Lantas kenapa Islam Liberal mas Gun? Cak Nur? Kenapa? Kenapa mesti Islam? Kenapa Islam terus yang dipojokkan seakan-akan Islam tak punya toleransi?
Siapa yang memulai "peperangan dan pembodohan" ini?

Islam itu memang si tukang berontak dan terorist.
Dimasa penjajahan Belanda, gua ingin tanya, dimana agama lain ketika Perang Padri berkobar mengusir penjajah. Dimana agama lain ketika Perang Diponegoro dan Pattimura bergelora. Dimana agama lain ketika Perang Fatahillah membara? Dimana??? Islam memang berjiwa pemberontak kata mereka penjajah Belanda.

Agama Islam itu memang terorist kata penjajah Belanda. Tukang bikin onar. Maunya berperang saja, kata Belanda.
Bekas-bekas pencintraan sebagai kaum pemberontak yang dicitrakan oleh Belanda itu, perang perjuangan para muslimin terhadap para penjajah itu masih tersirat hingga sekarang. Para Muslimin yang dilukiskan sebagai terorist inlander keras kepala yang suka memberontak kepada penguasa Hindia Belanda. Sementara kaum pedagang keturunan Cina yang ada di Indonesia,  sebagai pedagang, lebih suka keadaan yang aman, tidak ada perang. Lebih suka mendekat pada pemerintahan, siapapun pemerintahnya, tak ingin ribut politik perang, tak perduli pemerintahan penjajah atau bangsa inlander, gua yang penting dagang. Kaum Islam itu bikin rusuh minta merdeka dan bikin perang saja. Ribut. Terorist. Gua jadi tak bisa dagang. Kata mereka.
Dan Jadilah pencitraan itu melekat erat hingga kini. Penduduk Cina keturunan, tetap menganggap agama Islam itu agama tukang bikin onar. Tak perduli keonaran itu disebabkan keinginan untuk bebas dari penjajah.

Ustadz Antonio Safi'i saja, Ustadz Mualaf dari Cina keturunan itu mengakuinya dengan terus terang. Bagi penduduk Cina keturunan di Indonesia. Islam itu adalah agama terakhir yang patut dipegang. Boleh agama apa saja, asal jangan Islam. Itulah hasil pencitraan penjajah Belanda ratusan tahun. Islam itu agama terorist pemberontak.
Tapi bapak ibu semua, dimana agama lain saat pemberontakan penjajahan itu terjadi? Saat Islam dituduh sebagai pembuat onar dan tukang bikin gaduh? Dimana agama lain? Kenapa Islam yang dikatakan intolerant?

Ketika the founding father bangsa ini akan mendirikan Negara Indonesia, dengan legowo pemimpin-pemimpin Islam yang dikatakan inlander keras kepala terorist tukang berontak itu, menerima Piagam Jakarta dirubah, dan digantikan menjadi pembukaan UUD 45. Menerima keberagaman Indonesia. Kurang tolerant apa Islam itu? Tapi kenapa tetap harus dipojokkan?
Dan sedihnya yang memojokkan itu adalah orang-orang cerdas yang mengaku Islam, memakai nama-nama Islam pula. Kenapa mesti Islam bapak-bapak??


Wajah Islam itu selalu disamakan dengan wajah FPI. Padahal sangat banyak Islam yang juga menyesalkan sikap-sikap semacam FPI itu. Namun FPI yang selalu dijadikan contoh kasus.
Dan mengenai FPI ini, bukan untuk membela, gua juga ingin tanya, ketika organisasi Islam ini melakukan hal-hal yang sangat baik, kenapa tidak pernah diberitakan? Kenapa yang diobok-obok hanya ketika FPI "dianggap mbalelo"? Kenapa ketika mereka bertungkus lumus di Aceh, di Sumatra Barat, di Jakarta membantu korban-korban bencana alam tak pernah diberitakan? Apakah karena Media Massa memang didominasi oleh orang-orang yang tak suka Islam? Itu mungkin jawaban terbaik.
Dan kalau sudah tau begitu, kenapa ditambah lagi dengan "perang" Liberalisme Islam yang penuh pembodohan ini? Kenapa?

Islam itu agama yang SANGAT toleran. Tapi toleransi beragama itu juga ada batasannya.
Jangan gara-gara ingin dikatakan liberal, universal, dan syncretisme yang dianut oleh Islam Liberal, yang mengatakan semua agama itu sama benarnya, gua sebagai penganut Islam, dipaksa harus mengakui Isa itu adalah Anak Tuhan. Toleransi beragama seperti apa itu?
Gua juga sebagai Islam tidak menuntut penganut Kristen untuk menerima Muhammad sebagai rasul mereka Toh? Toleransi beragama seperti apa itu?
Jangan hanya karena mengatas namakan liberalisme, gua sebagai penganut Islam harus menerima pembenaran bahwa Tri Murti Agama Hindu itu adalah Allah. Toleransi beragama seperti apa itu?
Atas nama liberalisme, Budha harus gua terima sebagai jalan ke Nirvana, dan gua harus menyalakan dupa menghormatinya, dan memintakan rezeki kepada sang Budha. Bukan kepada Allah yang sebagai Islam, gua yakini sebagai pemilik "The True and Absolute Virtue"? Toleransi beragama semacam apa itu yang ingin diliberalkan? Diuniversalkan?
Pembodohan seperti apa lagi yang ingin dibuat oleh leberalisme Islam itu bapak-bapak?

Buat adik-adik mahasiswa yang sedang terbius oleh segala keindahan "bidadari" liberalisme Islam yang dijajakan oleh para "cendikiawan Muslim" itu, sudahkah kamu pernah "buka mata", jalan-jalan ke San Fransisco, California melihat "FOLSOM STREET FAIR" disana?
Sudahkah kamu punya cukup duit berjalan-jalan ke Brazil melihat "Carnaval Del Rio"?
Sudah bisa beli pesawat terbang pribadi untuk jalan-jalan ke New Orleans, Miami melihat pesta tahunan "Mardi Grass"?
Cobalah nanti kalau sudah jadi pengusaha sukses dan punya duit banyak, lihat ke acara "pesta-pesta" yang gua sebutkan itu. Dan BELAJARLAH. BUKA MATA DAN HATI, kalau kamu memang mengaku Islam.
Seburuk apapun itu, pasi ada pelajaran yang bisa diambil darinya. LEARN!!! BELAJAR!!! Jangan cuma jadi turis kampung di negara sendiri.

Kalau hanya atas dasar kemajuan dan liberalisme, Indonesia harus menjadi seperti FOLSOM STREET, CARNAVAL DEL RIO, ATAU MARDI GRASS... menurut gua, lebih baik tidak. Masih banyak cara untuk menjadi maju. Tidak harus mengorbankan akar budaya dan agama mu. Perjalanan masih belum henti. Perjuangan masih panjang. tidak berhenti pada liberalisme. Dulu Fir'aun di Mesir pun rasanya menjadi Adidaya tak mungkin terkalahkan toh?
Jadi? BELAJAR!! BUKA MATA DAN PIKIRAN!! JANGAN JADI KATAK DIBAWAH TEMPURUNG MERASA HEBAT DAN PINTAR DENGAN KATA-KATA HEBAT LIBERALISME.

Melihat keadaan teman-teman dekat gua, keluarga mereka, orang-orang dekat mereka, gua yakin SANGAT BANYAK, kaum Islam golongan menengah atas yang masih lebih memilih diam, daripada mengomentari pembusukan oleh Islam Liberal ini. Tapi percaya deh... bila Islam terus menerus dipojokkan, gua, dan orang-orang seperti gua, pasti akan ikutan asah golok berbaris bersama FPI memberangus pembodohan liberalisme itu. Dan ketika itu terjadi, jangan pernah menyalahkan FPI.


Cerita gak penting:

What goes around, comes around - Kata-katamu adalah do'a. Dan jangan pernah menyesal bila Tuhan mengabulkannya.

Semasa Cak Nur (Alm. Om NM) masih hidup, satu waktu gua sekeluarga pernah menghadiri acara pernikahan anak mantan menteri agama di era Soeharto dulu. Mantan menteri ini memang sangat terkenal dekat dengan Cak Nur (NM). Dan dulu, saat gua masih terkagum-kagum akan pikiran-pikiran "pembaharuan Islam" Cak Nur, seringkali sepasang sohib kental ini bersama-sama jadi key note speaker diacara-acara diskusi Islam. Saat tokoh ini masih menjabat sebagai Menteri Agama tentunya.

Nah, saat acara pernikahan ini berlangsung, issue tentang pernikahan Putri Cak Nur (Mbak Nadya) dengan seorang Pria Jahudi, lagi hangat-hangatnya. Dan dari dulu, gua sudah tau, Nyokap gua memang "agak" tidak suka dengan "pikiran-pikiran" Cak Nur, yang menurut Ibu gua "agak-agak" sesat. Dan gua sering kali berdebat mengenai itu, saat gua masih mahasiswa seperti yang gua ceritakan diatas. Bahkan pernah sampai gua dilempari mangkok gara-gara debat soal pemahaman Islam Liberal ini.

Saat kita mau pulang, lagi menunggu mobil dari "car call", kebenaran Cak Nur baru sampai, dia agak telat karena ada acara penting lainnya. Jadi rombongan keluarga gua ketemu di pintu Lobby Hotel bintang lima tempat acara resepsi pernikahan itu berlangsung.
Berbasa-basilah nyokap-bokap gua dengan beliau di depan pintu Lobby hotel. Gua dan adik-adik gua cuma mendengarkan.
Dan seperti sudah gua duga, dengan gaya "ibu-ibu nyinyir tajir super kepo rumpi sasak tinggi" (yang memang disengaja oleh ibu gua) ibu gua bertanya mengenai pernikahan mbak Nadya, anak Cak Nur itu.
"Gimana kabar mbak Nadya mas? Eh benar tah nikahnya pakai adat Jahudi?" weellleeehhh.... kikikikiki......Biar mammpuusss... melihat gaya norak sok tau ibu gua.
Langsung muka Cak Nur yang terkenal sangat murah senyum dan sangat terkontrol emosinya itu berubah. Gua langsung memperhatikannya.
Untuk 5 menit, almarhum Cak Nur "berpidato" mengenai "pernikahan Islam" anaknya. Terasa sangat devensive. Gertakan ibu gua memang berhasil.
Ketika mobil datang, terpaksa nunggu karena "Pidato Nikah Islam putrinya" Cak Nur belum selesai.
Sampai akhirnya bokap gua memotong... "Sudah lah, mau Islam mau Jahudi sama saja kan Pak? Semua agama sama benarnya toh?" Dan kita semua tertawa.
Almarhum cak Nur tersenyum. Senyum paling kecut yang pernah gua lihat. Kilatan matanya hilang.

Jadi? Apakah universlisme yang dipercaya Islam Liberal itu cuma pepesan kosong? Alat untuk menangguk hati Negara pendonor dari Barat untuk memberikan bantuan Jutaan Dollar? Dan untuk bantuan Jutaan Dollar itu, Islam jadi tumbalnya?
Gak penting banget ya brookkk.... PAKE OTAK WOOYY...!!!

No comments:

Post a Comment