whose side are you on

whose side are you on

Wednesday, October 22, 2014

Books of Solitaire ~ FOR YOUR EYES ONLY ~




Being a leader is a solitaire situation by deault. It's like playing solitary game.
Kamu akan dipaksa untuk menjadi sendiri, di puncak. Angin paling kencang. Godaan paling maksiat. Berperang dengan diri sendiri.

Satu waktu dulu, gua pernah "bermusuhan" parah dengan Yanda (Ayah) gua.
Sebagai Presiden Direktur perusahaan, gua dan adik gua adalah orang yang paling sering dimintai pendapatnya terlebih dulu oleh Yanda, diajak berdiskusi, sebelum mengambil keputusan-keputusan penting.
Namun suatu ketika, Yanda mengambil keputusan sangat penting yang tidak gua dan adik gua ketahui.
Yanda sama sekali tidak mendiskusikannya dengan kita. Ketika mengambil keputusan itu.
Gua maraaahhhh sekali. Merasa dihianati. Merasa "ditinggalkan".

Hampir setahun gua tidak berbicara pada beliau. Mengacuhkan beliau (Semoga Allah mengampuni gua).
Tidak seperti gua yang marah besar, adik-adik gua meski juga merasa dihianati dan sangat kaget, namun tetap bisa menerima putusan itu, dan coba berusaha menasehati dan "membujuk" gua, agar tidak "bermusuhan" dengan beliau.
Namun gua sudah merasa "patah arang" dengan Yanda. Tak sedikitpun gua gubris nasehat mereka. Bahkan gua sudah sampai pada putusan, jika diminta, gua akan mengundurkan diri dari perusahaan. Dengan senang hati.
Di kantor dan di depan publik, gua bersikap biasa, seperti tak terjadi apa-apa. Gua ngobrol dan berbicara dengan Yanda. Namun diluar itu gua sama sekali tak bertegur sapa dengan beliau (Semoga Allah mengampuni gua).

Gua tahu Yanda sangat sedih akan sikap gua, tapi sebegitu marah dan dendamnya gua, sampai merasa semakin Yanda tersakiti semakin puas gua. Teleponnya tak pernah gua jawab. Kalau Yanda berusaha mengajak gua bicara, langsung gua tinggal. Diundang ke acara keluarga apapun yg gua yakin Yanda akan datang, gua tak pernah mau datang. Acara-acara keluarga gua, seperti pengajian, ulang tahun anak gua, bahkan ulang tahun gua, Yanda tak pernah lagi gua undang. Meski begitu Yanda tetap datang. Ya Allah... betapa durhakanya gua!!!
Dan sewaktu gua ulang tahun, biasanya hanya dirayakan kecil-kecilan bersama keluarga dan sahabat2 dekat gua aja.
Ayah tidak gua undang. Namun beliau tetap datang bersama Bunda, meski gua cuekin seperti beliau tidak ada di rumah gua.
Yanda menghadiahi gua buku biography Habibie, mantan Presiden kita. Namun karena kepala gua sudah dirasuki setan entah dari mana, hadiahnya itu juga gua cuekin. Bahkan tidak gua buka dari bungkusnya. Gua taro begitu saja di rak buku. Padahal sebelum pulang beliau berkali-kali bilang, "Dibaca ya Bang...". Betapa durhakanya gua!!!

Dan ketika waktu berlalu, kemudian membuktikan keputusan Yanda benar. Baru gua mengerti alasan beliau. Gua menangis berlutut minta maaf. Menyesali segala kebodohan dan kesombongan gua yang sangat sangat parah. Sekarang rasanya, hati gua seperti diremukkan setiap kali gua mengingat-ingat kejadian itu.



Sebagai PresDir, ternyata banyak, sangat banyak masalah yang tidak dibuka dan didiskusikan Yanda pada gua.
Informasi-informasi yang berstatus "for your eyes only". Yang lebih banyak mudharatnya drpd manfa'atnya, jika gua ketahui. Selama itu gua merasa "paling tahu segalanya". Karena selalu diajak diskusi oleh PresDir. Padahal banyak yang tidak gua ketahui. Sekarang gua baru mengerti itu.

Dan ketika gua membaca biography Om BJ Habibie yg dihadiahkan Yanda buat gua, otak gua terang benderang akan sikap bokap gua ketika mengambil putusan sangat penting yg tidak melibatkan gua itu.
Seorang Presiden Direktur perusahaan saja, sudah mengalami solitaire, kesendirian. Apalagi sebuah Presiden negara sebesar Indonesia bukaaaaannn???
Di bukunya Om Habibie mengatakan, begitu dia melakukan Sumpah Jabatannya, sesampainya dirumah beliau melihat Istrinya yg sangat dicintainya, dan Habibie mengerti dia sudah "sendiri". Dia akan memutusnkan segala-galanya SENDIRI. Dia tidak lagi memiliki kemewahan untuk menjadi "bagian" dari team. Sebab dialah jiwa dari team itu sendiri. Dan sebagai "jiwa" lembaga Kepresidenan, Habibie mau tak mau harus menerima "kesendiriannya".
Dan terbuti dalam "kesendiriannya", Om Rudi menghasilkan keputusan yang cepat dan tepat bagi bangsa ini. Brilliant mind! Solitary, kesendirian itu memang resiko tak terhindarkan bagi para pemimpin.

Dan membandingkan semua itu dengan situasi Om JKW sekarang, gua tak bisa tidak, jadi bertanya-tanya apa yg sedang dilakukan olehnya. Apa Om JKW?
Negara ini butuh keputusan cerdas. Cepat dan tepat. A brilliant mind!
Jadi bapak Presiden yang terhormat, Om JKW tercinta, berhentilah menjadi "Drama Queen". Berhentilah berpesta dalam pencitraan. This country needs your quick attention. Negara ini sedang sakit parah.
Berhentilah melayani segala "Demons/Setan" yang ada di sekelilingmu.



Kalau lah memang apa yg diumbar, digadang-gadang, dikoar-koarkan semua media pendukungmu selama ini, bahwa kamu adalah pemimpin bagi dirimu sendiri, bukan Presiden Boneka, bukan individu yang didapuk oleh para Cukong, tak punya hutang budi pada partai dan penyangga dana. Inilah saatnya. Buktikan itu. Buktikan sekarang!
Semakin maju mundur dan gegap gempita tak tentu arah pembentukan kabinetmu, akan semakin hancur kredibilitasmu sebagai pemimpin yang memang "harus sendiri memutuskan sesuatu".
Kedepan, akan sangat banyak info "for your eyes only" yang akan sampai padamu. Dan bagaimana mungkin bpk Presiden yg terhormat bisa menangani itu semua, bila sebagai Presiden anda sama sekali tak punya independensi. Bahkan untuk memutuskan Kabinet sendiri. Pembantu-pembantu terdekat mu. Yang menjadi hak prerogative mu!!

Hentikan segala hiruk pikuk drama Kabinet JKW ini. Kasihan calon-calon Menteri itu menjadi "tumbal" dan "saksak Tinju". Menjadi bulan-bulanan bully dan issue tak sedap berbagai pihak. Hentikan segala issue busuk ini Pak Presiden. Hanya kamu yg bisa melakukannya. Bersikaplah sebagai "Solitary Warrior", menjadi Pendekar kesepian. Memiliki putusan sendiri. Defeat your own Demons!!!









No comments:

Post a Comment