whose side are you on

whose side are you on

Saturday, October 26, 2013

BOOKS OF JUDGING PEOPLE == STILL, SOME PEOPLE THEY JUST NEVER LEARN.....



Dulu sewaktu gue masih kuliah di Jerman dulu, ada seorang teman cowo (sebutlah namanya A), yang sudah tinggal tahunan di sana. Dia sudah berkeluarga, dan punya tiga orang anak, dua wanita dan satu pria. Waktu pertama kali gue kenalan dengan dia, anaknya masih kecil-kecil, dia sudah tahunan tinggal di Jerman bersama istri dan anak-anaknya. Usianya memang lumayan agak jauh berbeda dengan gue. Di Indonesia, dia lulusan salah satu perguruan tinggi negeri ternama. Dia sudah bermigrasi ke Jerman, semenjak lulus kuliah, dan bekerja di satu perusahaan Jerman.
Waktu gue kuliah ambil gelar master, dia sedang menyelesaikan pendidikan Doktoralnya, sambil bekerja.
Awal kita berkenalan, ya waktu acara kumpul-kumpul warga Indonesia di Jerman. Ternyata dia kenal dengan Om gue, adik bokap gue, yang menjadi kakak kelasnya sewaktu kuliah di Indonesia.

Iseng-iseng gue tanya ke Om gue, kenal A tidak. Om gue bilang kenal, dan menurut Om gue, A itu emang dari dulu sudah bercita-cita bermigrasi ke Eropa, dan hidup di sana. Kalau bisa malah pindah kewarganegaraan.
Terus terang karena terpaut usia yang agak jauh, sementara sebagai seorang wanita di rantau gue harus "jaga sikap" kepada semua pria, jadi gue tidak begitu akrab dengannya. Yang gue tahu dari cara dia berbicara dan menyampaikan ide, A itu orangnya cerdas. Dan keluarganya termasuk penganut Kristen yang kuat dan taat.

Singkat cerita, selesai kuliah gue balik ke Jakarta, dan hidup berlanjut seperti biasa. Gue lupa, dan tak pernah lagi berhubungan dengan teman gue A itu. Sampai suatu ketika, tiba-tiba saja dia menelpon gue. Terus terang gue sangat surprise menerima teleponnya. Dia bilang dia dapat nomer gue dari salah satu ex-teman kita di Jerman dulu. Dan kalau tidak masalah kataya, dia ingin minta nomer telepon Om gue. Terus terang awalnya gue agak keberatan memberikan nomornya, sebab gue tidak tau apa tujuannya, dan sedekat apa hubungannya dengan Om gue. Tapi dia meyakinkan, dia akan menjaga privasi nomor om gue, dan tidak akan menggunakannya untuk tujuan aneh-aneh. Hanya sekedar ingin mengobrol.

Gue kasih nomer sekretaris Om gue, biar kalo ada apa-apa, tidak merepotkan Om gue juga. Terus gue kasih tau Om gue bahwa si A telpon dan gue sudah kasih nomor sekretarisnya. Om gue bilang tidak apa-apa.

Beberapa hari kemudian Om gue nelpon, dan cerita bahwa si A sudah nelpon. Gue tanya gimana cerita dan pembicaraannya? Om gue bilang A ingin kembali ke Indonesia, lha kenapa? Bukankah sudah enak tinggal di Jerman sesuai dengan cita-citanya? Kerjaannya pun sudah lumayan bagus. Namun ternyata, cita-cita dan kerjaan bagus, only part of the story, sisanya adalah prinsip hidup dan kata hati.

Awalnya dia tidak merasakan masalah besar hidup di Jerman. Dia hampir meraih sebagian dari impiannya.
Namun masalah mulai muncul ketika anak-anaknya beranjak remaja. Terutama anak-anak perempuannya.
Sebagai penganut Kristen yang boleh dibilang sangat taat, dia bahkan ikut sebagai pengurus Gereja di kalangan tetangganya. Namun dia mulai menemukan hal-hal yang berbenturan dengan prinsip dan kata hatinya. Hati dan prinsip keagamaannya mulai berbenturan dengan liberalisasi sex yang dianut oleh negara-negara Eropa, termasuk Jerman. Hal yang tadinya tidak dirasakannya sebagai masalah, mulai dirasakan menjadi "bencana" seiring dengan pertumbuhan anak-anaknya yang beranjak dewasa.

Om gue berkata, A mulai merasakan "kegalauan" dan "kengerian" membayangkan perkembangan anak-anaknya ke depan. Masalahnya menjadi tambah runyam, karena tak satu pun anggota jemaat konggregasi gerejanya yang merasakan itu sebagai masalah. Sudah lazim di masyarakat yang memegang paham liberalisasi sex, hubungan sex bebas di kalangan remaja tidak lagi dianggap perbuatan dosa atau zinah. Kata-kata "Adultery" (perzinahan) sudah "dipelintir" artinya sedemikian rupa, sehingga hanya menjadi "perselingkuhan dalam pernikahan".

Coba deh kamu yang pernah lama tinggal di negara-negara berpaham liberalis, pasti akan menemukan kesamaan perubahan arti kata "adultery/perzinahan " itu. Yang namanya committing adultery (melakukan perzinahan) itu adalah ketika seseorang yang sudah menikah (wanita atau pria), melakukan hubungan sex dengan wanita atau pria lain yang bukan suami atau istrinya. jadi adultery itu hanyalah perselingkuhan dalam pernikahan.
Jadi kalau orang yang tidak atau belum menikah, melakukan hubungan sex atas dasar suka sama suka atau atas konsensus bersama, itu tidak dinamakan perzinahan. DAN ITU SUDAH MENJADI KONSENSUS MASYARAKAT. SUDAH MENJADI PEMAHAMAN NEGARA.

Bujubuneng, mas A yang emang dasarnya taat agama itu, dan sedari kecil dididik dengan pemahaman yang lain mengenai makna perzinahan itu, jelas menjadi galau suralau. Dan bertambah galau dia, ketika berdiskusi dengan teman-teman sesama jemaat, dengan ringan malah dinasehati "jangan terlalu fanatik, nanti jadi bigot, jadi munafik". Yang penting ajarin anak-anak kita "melakukan sex yang sehat dan bertanggung jawab". Suruh selalu mengambil langkah hati-hati. Dan jangan lupa SELALU PAKE KONDOM. Gubraaagggghhh.... Mas A bertambah galau.
Dia sendirian, bagaikan seorang Guliver melawan seluruh Negeri Raksasa.

Dan kegalauannya berubah menjadi ketetapan hati untuk balik ke Jakarta, ketika dia berdiskusi dengan Pendeta gerejanya, yang juga mempunyai seorang anak wanita remaja, Pendetanya malah meyakinkannya, kalau sex antara remaja itu adalah sex yang sehat dan tidak menyalahi aturan agama. Sebab perzinahan itu adalah apabila seseorang melanggar perjanjian suci sebuah pernikahan, Itulah zinah. Dan Pendetanya malah menganjurkan, agar bisa lebih dikontrol, sebaiknya anak-anak remaja melakukan kegiatan sex itu di rumah sendiri saja. Terbuka. Kalau sembunyi-sembunyi malah ditakutkan akan membawa dampak psikis yang tidak diinginkan.

Gubraaglah mas A. Dia menelpon Om gue dalam rangka itu. Dia ingin balik ke Indonesia, dan minta tolong Om gue apakah bisa membantunya mendapatkan kerja yang sesuai dengan kredensialnya. Kalau Group usaha Om gue butuh tenaga seperti dia akan lebih baik lagi. Yang pasti mas A ini sudah putus hubungan dengan Eropa, dan ingin balik ke Indonesia. Buat dia, prinsip agama dan anak-anaknya lebih penting dari apapun....



********


Kakak gue punya seorang teman wanita (Sebutlah namanya B), anak seorang pejabat penting di era Suharto. Sewaktu gue masih High School di London, tiba-tiba saja dia datang ke London, di tengah-tengah tahun pelajaran. Katanya ingin melanjutkan kuliah di London. Di tengah tahun ajaran bok. Bingung kan? Katanya dia mau ngelancarin Inggrisnya dulu, sambil nyari-nyari universitas yang sesuai. Sutra lah bok. Bapaknya emang tajir. jadi buang-buang duit nganggur di London 9 bulan lebih, menunggu tahun ajaran baru bukan masalah.
Waktu itu kakak gue emang sudah kuliah di Cambridge. Dan B ini sudah temanan dengan kakak gue dari SMP.

Tapi denger-denger gossipnya, ternyata B ke London, untuk menghindari pergunjingan kalangan ibu-ibu pejabat, yang mengomentari pernikahan dininya yang amburadul. B memang menikah dini, belum selesai SMA. Menikah dengan pacarnya yang juga masih SMA, juga anak seorang pejabat teras jaman Suharto. Tembak duluan kali ya bokk... Taukk deeehhh.. (Gossip dengan gaya ala-ala ibu pejabat sasak tinggi).
Pernikahannya waktu itu gegap gempita, saksinya aja waktu itu, salah satunya mbah Sudomo, dan beberapa menteri jaman Mbah Suharto lainnya. Enam bulan setelah menikah, anaknya lahir seorang putera. Menghindari gossip, melahirkannya aja mesti mengungsi dulu ke Australia. Duit emang bisa menutup celah.

Namun pernikahannya hanya bertahan dua tahun, setelah itu bubar jalan. Dan dengar-dengar B menjadi "sangat liar" sesudah itu. Untuk menutup celah "gossip keliaran" itu, lagi-lagi duit bicara, B "melanjutkan kuliah" ke London. Gak tau kuliah apa.

Dan di London, sementara semua teman-temannya sibuk mengukur semester dan halaman essay, dia "melanglang buana" ke seluruh pelosok Eropa dengan "teman-teman dekatnya". "Teman dekatnya" gonta ganti bak tissue basah. Dari mulai buleleng, African Europe, Cina, Jepang, Indonesia, India, ganti lagi Buleleng, ganti lagi African, Malaysia, Turkey, buuiihhh.... pokoknya bhinneka tunggal ika, bermacam-macam bangsa, tetap satu lobang.... kikikikikkkk....
Dan tidak seperti di jakarta, dia terbebas dari pergunjingan ibu-ibu pejabat sasak tinggi.

Selesai High School, gue melanjutkan ke Jerman, dan gue tidak tau lagi kelanjutan petualangan asmaranya di negeri Queen Elizabeth. Pulang ke Jakarta, gue masih dengar beberapa kali selentingan kabar tentang dia. Pacaran dengan bintang sinetron si Anu yang masih berondong, "jalan bareng" dengan personil group band anu, yang sudah menikah. Cuma "jalan bareng" kok... katanya...
Akhirnya gue dengar dia sudah menikah lagi...

Sewaktu gue masih bergaul, beberapa kali gue ketemu dengan dia clubbing di tempat yang sama. Selalu dengan pria muda brondong tampan keren gaya gaul yang beda-beda. Dan dengan nada bangga dia bercerita klo dia sering ketemu puteranya yang sudah mulai abege clubbing di tempat yang sama. "Teman-teman anak gue bilang gue ibu yang cool banget duuwweehhh...hikhikhik..." katanya bangga...

Setelah gue menikah, sekali gue ketemu dia di Plaza Senayan, seperti biasa dia ditemani seorang berondong tampan, meski dia sudah menikah lagi, dan sudah punya tambahan dua anak dari suaminya yang sekarang. Katanya dia lagi mau nonton. Waktu itu gue bersama dua teman cewe gue, lagi nunggu suami-suami kiat, janjian mau makan malam bareng ke Senopati.

Penampilannya masih seperti dulu yang gue ingat, sangat modis dan trendy. Rambut dicat warna coklat, diblow sangat gaya. Big-big hair do... BIG HAIR DO! If you know what I mean. Baju gaya Britney Spears, ketat dengan udel agak melongo keluar. Belahan dada rendah, dan mengikuti trend saat itu tali kutang kemana-mana, dengan bra agak-agak nongol memperlihatkan mereknya yang mahal. Pokoknya mirip anak abege deh. Kalah gue yang jauh lebih muda.
Britney Spears pamer udel pamer toked dibayar milyardan ya bok? Nah elu? Pamer udel pamer toked dapet ape? Cuma dapet julukan perek ato tante gereng ya bok? Kikikikiki...

Dia berkicau dengan suaranya yang nyaring dan cekikikannya yang membahana..."Heeiii...kemana ajaaa bok??? Kok nikahan gak ngundang-ngundang eyke sii bookkk...?? Sombong deh yeiyy...Ehhh sejak kapan pake pake jilbab..?? Udah tobat ya neeekk...??? pantesan udah gak pernah lagi liat beredar di club....Kikikikikkk... Kalo eyke masih doyan gini aja deh bok.... masih teteup daonn mudaaa biar awet mudaaa.... kikikikiki...." Sambil towal-towel kucing brondongnya.... Rammmeeee dan rumpi...sampe seluruh Plaza Senayan rasanya ikutan melihat...
Gue dan teman-teman gue buru-buru permisi ngacir, sebelum terjadi pemerkosaan hak azasi...

Mudah-mudahan dia baca blog ini, biar dia tau apa yang gue ingin ucapkan padanya, tapi tak mampu gue muntahin dimukanya, gara-gara memegang adab kesantunan yang dilarang menghakimi moralitas orang lain... beeuuhh...!!!


********


Beberapa minggu lalu gue di undang ke pernikahan teman gue di Manila. Ini salah seorang International friend kita, yang gue kenal sewaktu gue di London dulu. Dan menjadi akrab sesudahnya. Orang-orang Filipina memang terkenal supel dan pandai bergaul. jadi gue cepat akrab dengannya. Gue datang berombongan dengan teman-teman Kunti dan gerombolan si Berat. Karena dia merupakan salah satu teman gue yang paling baik, gue menyempatkan tinggal beberapa hari di Manila. Sementara teman-teman lain pulang duluan ke Jakarta, setelah acara pernikahan usai.

Week end gue diajak oleh kakaknya yang merupakan seorang pengusaha kenamaan di Manila untuk melihat peragaan Busana oleh perancang-perancang kenamaan Filipina.
Acaranya sangat megah dan meriah. Diisi oleh peragawan dan peragawati top Filipina yang cantik molek tampan rupawan.
Peragaannya dibuat seperti mengikuti alur sendra tari begitu. Yang mengisahkan beberapa epos kenamaan Filipina, yang gue kurang begitu paham ceritanya, selain baca dari booklet yang dibagikan.

Dan sebuah epos bercerita tentang kehebatan bahari para legenda masa lalu. Karena seperti Indonesia, Filipina juga merupakan negara kepulauan yang luas bentangan baharinya.
Karena berkisah tentang epos bahari masa lalu, jelas dong pakaian yang ditampilkan pun harulah "pakaian bahari" pakaian kelautan, pantai, dan berenang....

Dan perut gue hampir sembelit melihatnya. Peragawan-peragawan yang begitu tampan dan keren itu... berlalu lalang memerankan epos kepahlawanan legenda bahari Filipina, dengan "bikini" yang saannggattt trendy..
Ada bikini yang berbentuk "jaring" benang. Jaring bok...tau kan jaring? Bolong-bolong, jadi "burung" peragawannya terlihat "hampir dengan jelas.
ada baju renang, berbentuk jumper, menutup seluruh badan hingga ke lutut, tapi dari kain transparan. Sehingga sang "burung" pun tidak bisa ditutup sempurna.
Ada bikini model G-string, hanya nutup paaasss di depan, belakangknya "bokong" terbuka kemana-mana...
Ada bikini model "jempol", passs menempatkan "si burung" di tempatnya. Warnanya pun seperti warna kulit. jadi seolah-olah yang memakainya sedang telanjang....


Muleess langsung perut gue bok.
Dulu, sewaktu gue belum menikah dan terutama sebelum gue punya anak, mungkin gue malah akan mesem-mesem aja melihat pertunjukan "burung" berseliweran seperti itu. Malah mungkin akan ikut-ikutan suit-suit.... Wong liat go-go dancer rame-rame pameran burung aja malah cewawak-an....
Tapi...... sekarang bok... Apa pun yang gue lihat, apa pun yang gue rasakan, yang pertama sekali datang ke benak gue adalah anak gue. Gimana kalo nanti anak gue begini? Gimana kalo nanti anak gue begitu? SELALU..!!! Selalu anak gue yang muncul di depan batok kepala otak gue...

Gue tak bisa membayangkan anak gue, berjalan dengan pedenya mempertontonkan "burungnya" ke seluruh dunia. Dilihat sejuta ummat. Gimana kalo anak gue yang jadi peragawan yang memakai bikini jaring itu? Gimana?
Merinding bulu roma gue....
Apalagi dengan jilbab yang ada di kepala gue, dan puluhan laki-laki tampan rupawan berseliweran mempertontonkan "burungnya". Dan seandainya satu di antara peragawan itu adalah anak gue.....
Meleleh hati gue seperti mentega kena api...

Filipina adalah satu negara yang "hampir" pasti akan menganut paham liberalis sex ini. Di Asia Tenggara mengenai kebebasan sex ini, Filipina sekarang hanya dapat dikalahkan oleh Thailand.

Kamu tentu sudah sering mendengar mengenai "Accidental Marketing", "Expolisive Promotion", "Marketing bencana".
Di Indonesia, Marketing Bencana ini, masih termasuk "sopan". Paling banter yang paling parah itu adalah "bocornya" photo telanjang seorang artis, bersamaan dengan akan keluarnya film yang dibintangi si artis.
Ingat kasus "pelecehan pura-pura" yang dilakukan oleh Syaiful jamil kepada Kiki Fatmala dulu? Ketika mereka membintangi film yang sama, dan film-nya akan segera beredar? Dan berita itu di blow besar-besaran, lengkapa dengan Kiki Fatmala "berakting" marah-marah pada Syaiful jamil, dan minta semua camera berhenti? Ingat?
Atau ingat kasus perkelahian Julia Perez dan Dewi Persik?
Semua "kasak-kusuk buatan" itu, dijadikan "marketing bencana", hasilnya? Bioskop peniuh sesak oleh orang-orang yang pengen tau "kejadian" pada saat shooting film bersangkutan.
Itu contoh-contoh kasus "rekayasa bencana" yg dijadikan bahan promosi di Indonesia...

Tapi di Filipina?????? OMIGOD.... Sudah hampir sama dengan "promosi bencana" di Amerika.
"Bencana" Paris Hilton yang dibuat untuk mempromosikan reality shownya "Real Life"
"Bencana Kim Kardashian" untuk "keeping up with The Kardashian"
"Bencana Pamela Anderson" untuk mendongkrak popularitasnya yang mulai anjlok.
"Bencana Collin Ferrel"..... masihhh panjaannngg....

Dan Filipina pun mengikuti hal yang sama. Ketelanjangan dan scandal sex, bisa membuat sebuah pertunjukan, dan seseorang menjadi sangat terkenal. Persis paris Hilton dan Kim Kardashian, yang lebih dikenal karena video pornonya daripada hasil karya mereka di bidang seni.

Dan gue melihat para peragawan yang lalu lalang di panggung "hampir-hampir" telanjang itu. Yang berharap dan bermimpi bisa terkenal dengan "keberaniannya" dan "kemolekan tubuh" mereka yang six pack dan berlekuk-lekuk...
Sebuah acara kolosal, yang bahkan dihadiri para socialite kelas atas Manila, bahkan oleh seorang ibu menteri dan beberapa pengusaha kelas atas...
Sulit rasanya membayangkan hal itu terjadi di jakarta...

Buru-buru gue pamitan ke teman gue, dengan alasan gak bisa lama-lama ninggalin anak gue di Hotel. Gue sekarang kemana-mana sebisanya harus bawa anak gue yang baru berumur satu tahun itu. Lagi lucu-lucunya. gak tahan gue pisah lama-lama.

Sesampainya di Hotel, anak gue sudah tidur. Dijagai baby-sitternya.
Gue lihat wajahnya yang begitu tanpa dosa dalam kelelapan tidurnya. Napasnya yang teratur. Rambutnya yang masih tipis. Pipinya yang bulat kemerahan. Sekelebatan muncul bayangan peragawan berbikini transparan di kepala gue. Dan dia anak gue. Hati gue seperti di remas rasanya. Gue cium dahi anak gue pelan-pelan.

Gue berganti baju. Gue buka Jilbab gue. Ganti daster.
Gue bersihin muka gue dari make-up, pelan-pelan. Sekelebatan muncul kagi bayangan peragawan berbikini jaring itu. Dan wajahnya mirip anak gue. Ya Allah....! Gue berwudhu.

Gue kenakan mukenah. Gue shalat Magrib dan Isya digabung. Selesai shalat, sambil menangis gue berdo'a pada Allah, minta kepada Allah agar putra gue dilindungiNya di jalanNya. DijauhkanNya dari segala kesesatan.

Biarlah orang mengatai gue judgemental dan menghakimi. Biarlah orang mengatai gue munafik dan sok suci. Biarlah.
Michelle Obama sebagai First lady Amerika, dituntut harus memiliki "Family Value" yang tinggi. Dituntut harus memiliki standard moral yang tinggi. Dia akan dicaci maki dan dihakimi, bila pamer udel dan berpenampilan tante girang. Lantas kenapa gue dikatain munafik ketika gue mengharapkan anak gue memiliki standard moral dan family value yang sama?

Kate Middleton, istri Pangeran William dari Inggris, harus berpenampilan "santun dan aristokrat" setiap saat. Harus menjunjung nilai-nilai moral yang tinggi. Ratu Elizabeth juga harus begitu. Apakah ukuran itu hanya boleh buat para bangsawan dan keluarga Presiden?
Kenapa gue tidak boleh menuntut dan mengajarkan hal yang sama kepada anak-anak gue?
Kenapa kalau gue tidak suka anak gue "pamer burung", dan tidak suka "tante girang", gue dikatain menghakimi dan munafik? Kenapa?
Apa orang-orang yang bukan bangsawan dan petinggi negara tidak boleh punya nilai moral yang tinggi?

Silahkan lu menghakimi gue sesuka hati lu. Tapi tetap, gue tak akan pernah bangga, jika anak gue kelak kerjaannya dan menjadi terkenal karena pamer burung dan bertelanjang diri..... Mending anak gue kerja kantoran aja deeehh... kalo memang mau jadi terkenal harus pamer burung, telanjang dan bikin video mesum.....

Selesai shalat dan berdo'a, gue suruh baby-sitter pindah ke kamarnya.
Pelan-pelan gue naik ke tempat tidur dan beringsut ke dekat anak gue yang masih tertidur pulas.
Gue benarkan letak selimutnya, pelan-pelan ku peluk tubuh mungilnya.
Masih gue pandangi wajahnya yang tanpa dosa terlelap dikepulasan tidurnya.
Dan gue berdo'a sepenuh hati, sedalam jiwa, agar Allah menghindarkannya dari fitnah Zaman, yang kian hari kian bertambah berat, agar dia kelak tumbuh menjadi anak yang Istiqamah di jalanNYA........


And I'll take my clothes off and it will be shameless
'Cause everyone knows that's how you get famous.....

I don't know what's right and what's real anymore
And I don't know how I'm meant to feel anymore
When do you think it will all become clear?
'Cause I'm being taken over by the Fear








No comments:

Post a Comment